Ekonomi Digital

Ekonomi Digital Asia Tenggara Diprediksi Tembus Rp1.656 Triliun

Ekonomi Digital Asia Tenggara Diprediksi Tembus Rp1.656 Triliun
Ekonomi Digital Asia Tenggara Diprediksi Tembus Rp1.656 Triliun

JAKARTA - Nilai transaksi ekonomi digital atau gross merchandise value (GMV) di Asia Tenggara diperkirakan mencapai US$99 miliar atau sekitar Rp1.656 triliun pada 2025. 

Proyeksi ini tercantum dalam laporan e-Conomy SEA 2025 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company.

Meski menghadapi tekanan makroekonomi global, pertumbuhan ekonomi digital di kawasan tetap kuat dengan laju dua digit setiap tahunnya. GMV tercatat US$76 miliar (Rp1.271 triliun) pada 2023, meningkat 15% menjadi US$87 miliar (Rp1.455 triliun) pada 2024, dan diproyeksikan naik 14% menjadi US$99 miliar (Rp1.656 triliun) pada 2025.

Penambahan negara seperti Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar dalam analisis terbaru menunjukkan kontribusi sekitar 2% terhadap total GMV regional.

Dominasi Sektor E-Commerce dan Pemulihan Travel

Sektor e-commerce tetap menjadi penyumbang terbesar GMV, diperkirakan mencapai US$185 miliar (Rp3.096 triliun) pada 2025, naik dari US$181 miliar (Rp3.029 triliun) pada 2024. Keberlanjutan sektor ini didorong oleh inovasi platform dan penetrasi digital yang makin tinggi.

Sektor perjalanan dan pariwisata digital juga menunjukkan pemulihan signifikan pasca-pandemi, dengan GMV mencapai US$51 miliar (Rp853 triliun). Sementara itu, transportasi dan layanan makanan digital menyumbang US$34 miliar (Rp569 triliun), dan media daring sekitar US$31 miliar (Rp519 triliun).

Pemulihan ini menunjukkan bahwa konsumen kembali aktif memanfaatkan layanan digital, baik untuk kebutuhan hiburan, transportasi, maupun belanja daring.

Tren Pendapatan Digital dan Integrasi Teknologi

Dari sisi pendapatan (revenue), ekonomi digital Asia Tenggara mencatat tren positif yang sejalan dengan pertumbuhan GMV. Total pendapatan diproyeksikan mencapai US$100 miliar (Rp1.674 triliun) pada 2025, naik dari US$87 miliar (Rp1.455 triliun) pada 2024 dan US$76 miliar (Rp1.271 triliun) pada 2023.

Kenaikan pendapatan ini didorong oleh peningkatan efisiensi monetisasi di berbagai platform digital. Integrasi kecerdasan buatan (AI) memungkinkan personalisasi layanan, rekomendasi produk, dan optimisasi iklan, sehingga menambah nilai transaksi sekaligus meningkatkan loyalitas pengguna.

Google, Temasek, dan Bain menilai bahwa pertumbuhan pendapatan yang sejalan dengan GMV mencerminkan kematangan industri digital di kawasan, di mana konsolidasi pasar memperkuat stabilitas ekosistem digital.

Konsolidasi Pasar dan Strategi Inovasi

Proses konsolidasi pasar membuat pemain besar memperkuat skala dan efisiensi bisnis. Perusahaan digital kini lebih fokus pada inovasi, strategi berbasis pengguna, dan diversifikasi layanan untuk menarik pasar yang lebih luas.

Kestabilan ekosistem digital juga didukung oleh infrastruktur teknologi yang semakin canggih, penetrasi internet yang tinggi, serta kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan ekonomi digital. Dengan demikian, kawasan Asia Tenggara semakin siap menghadapi era digitalisasi yang cepat dan kompetitif.

Pertumbuhan pesat GMV dan revenue menunjukkan bahwa ekonomi digital tidak hanya menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi regional, tetapi juga membuka peluang baru bagi startup, investor, dan perusahaan teknologi untuk berkembang.

Ekonomi digital Asia Tenggara diproyeksikan terus meningkat, menguatkan posisi kawasan sebagai pusat pertumbuhan inovasi dan transaksi digital global. 

Dengan pemulihan sektor travel, dominasi e-commerce, serta penerapan teknologi canggih, ekosistem digital di kawasan siap mencetak capaian baru dan menorehkan kontribusi signifikan bagi perekonomian regional pada 2025.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index