Biodiesel Sawit

Biodiesel Sawit Jadi Penopang Utama Stabilitas Energi Nasional

Biodiesel Sawit Jadi Penopang Utama Stabilitas Energi Nasional
Biodiesel Sawit Jadi Penopang Utama Stabilitas Energi Nasional

JAKARTA - Di tengah dinamika harga energi global dan kebutuhan menjaga kesejahteraan petani, Indonesia kembali menegaskan posisi strategis biodiesel sebagai solusi dua arah: stabilisasi harga sawit sekaligus penguatan ketahanan energi negara. 

Pernyataan ini muncul dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), yang menilai bahwa hilirisasi sawit melalui biodiesel telah berkembang dari sekadar program energi alternatif menjadi fondasi penting bagi ekonomi nasional.

Momentum tersebut kembali disorot pada penyelenggaraan 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2025 di Nusa Dua, Bali.

Di forum ini, Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrahman menekankan bahwa biodiesel kini bukan hanya instrumen pengendali pasar, tetapi telah menjadi salah satu komponen vital dalam menjaga ketahanan energi Indonesia di tengah tekanan global.

Penguatan Konsumsi dan Mandatori Biodiesel

Dalam pemaparannya, Eddy menegaskan bahwa, "Biodiesel bukan hanya energi alternatif, tetapi pilar stabilisasi harga sawit dan ketahanan energi Indonesia." Pernyataan tersebut merujuk pada pertumbuhan signifikan konsumsi biodiesel Indonesia dalam satu dekade terakhir.

Jika pada tahun 2009 konsumsi biodiesel masih berada pada angka 119 ribu kiloliter, kini volumenya melesat hingga lebih dari 15,6 juta kiloliter. Lonjakan ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan hasil dari penerapan bertahap mandatori biodiesel dari B10, B20, B30, dan kini B35.

Implementasi mandatori tersebut telah mendorong serapan minyak sawit mentah (CPO) dalam negeri secara konsisten. Langkah selanjutnya, yakni penerapan B40, juga disebutkan tengah dipersiapkan untuk diberlakukan secara nasional. 

Dengan demikian, Indonesia semakin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan semakin mengoptimalkan produksi sawit sebagai sumber energi terbarukan.

Dampak Langsung bagi Petani dan Ekonomi Nasional

Tidak hanya memperkuat sektor energi, program biodiesel juga membawa dampak signifikan bagi jutaan petani sawit. Eddy menjelaskan bahwa kebijakan tersebut telah menjaga harga tandan buah segar (TBS) tetap stabil di rentang Rp1.344 – Rp2.932 per kilogram sepanjang 2014–2024.

Stabilitas harga ini penting, karena menjadi penopang pendapatan 2,5 juta petani sawit di Indonesia. Dengan pasar domestik yang menyerap lebih banyak CPO, fluktuasi harga global tidak lagi memberikan tekanan sebesar sebelumnya.

Di sisi lain, kontribusi biodiesel pada ketahanan energi nasional tercermin dari penurunan besar impor solar. Pada tahun 2014, Indonesia masih mengimpor 86 persen kebutuhan solar nasional. Namun pada tahun 2024 angka tersebut berhasil ditekan hingga sekitar 37 persen.

Dampaknya langsung terasa pada penghematan devisa negara. Indonesia mencatat efisiensi sebesar Rp12 triliun pada 2017, dan angka tersebut diperkirakan melonjak drastis menjadi Rp147 triliun pada 2025. Menurut Eddy, “Inilah bukti bahwa hilirisasi bukan slogan, tetapi instrumen nyata mengurangi ketergantungan energi fosil.”

Program biodiesel juga berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja. Sektor ini menggeliat pesat, di mana jumlah pekerja yang terlibat naik dari 323 ribu orang pada 2017 menjadi hampir dua juta orang pada 2024. Artinya, industri biodiesel membuka peluang ekonomi yang semakin luas, tidak hanya bagi petani, tetapi juga bagi pelaku industri di sektor hilir.

Tantangan Penerapan dan Arah Penguatan ke Depan

Meski memberikan banyak manfaat, Eddy mengakui bahwa program biodiesel masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan demi keberlanjutan di masa depan. Salah satu hambatan terbesar adalah kesiapan infrastruktur di wilayah timur Indonesia, yang masih belum merata untuk mendukung distribusi biodiesel secara optimal.

Selain itu, beban fiskal menjadi isu penting, terutama ketika harga CPO berada di atas harga solar fosil. Dalam kondisi tersebut, selisih harga harus ditutup oleh mekanisme pendanaan, yang memerlukan fleksibilitas pungutan agar tetap berkelanjutan.

Tak hanya itu, kebutuhan memperkuat standar keberlanjutan juga menjadi pekerjaan rumah besar. Eddy menekankan pentingnya penguatan sertifikasi ISPO dan RSPO, serta dorongan untuk melakukan diversifikasi bahan baku agar produksi biodiesel tidak hanya bergantung pada satu komoditas.

Menurut Eddy, kebijakan harus mampu menghadapi tekanan harga global sekaligus menjawab tuntutan keberlanjutan lingkungan. Dalam pandangannya, "Program biodiesel adalah bukti bahwa energi hijau dan kesejahteraan petani dapat berjalan beriringan."

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index