JAKARTA - Tahun 2025 menjadi salah satu periode penting bagi perfilman Indonesia di mata dunia.
Tiga karya anak bangsa berhasil melangkah ke tahap seleksi awal Academy Awards (Oscar) 2026, menandai babak baru dalam sejarah sinema nasional. Keberhasilan ini bukan hanya menunjukkan pencapaian artistik, tetapi juga mengukuhkan posisi Indonesia sebagai negara dengan kekuatan narasi yang semakin diakui secara global.
Ketiga film tersebut mencakup satu film panjang berjudul Sore: Istri dari Masa Depan yang masuk dalam kategori Best International Feature Film, serta dua film pendek, yaitu Daly City karya Nick Hartanto dan Little Rebels Cinema Club garapan Khozy Rizal yang melaju ke tahap screening room untuk kategori Best Live Action Short Film.
“Ini adalah pencapaian luar biasa yang mencerminkan kekuatan narasi dan kreativitas sineas Indonesia,” ujar Fadli Zon.
Ia melanjutkan bahwa film bukan sekadar hiburan, tetapi juga ekspresi budaya yang hidup.
“Ketika karya Indonesia seperti Sore, Daly City, dan Little Rebels Cinema Club mendapat tempat di ajang sekelas Oscar, itu bukan hanya prestasi sinema, tapi juga pengakuan terhadap kekayaan narasi bangsa. Kami di Kementerian Kebudayaan akan terus mendukung para sineas agar cerita Indonesia bisa menjangkau dunia,” tambahnya.
Kisah dan Makna Film “Sore: Istri dari Masa Depan”
Film Sore: Istri dari Masa Depan menjadi salah satu karya yang paling menarik perhatian dalam seleksi tahun ini. Disutradarai oleh Yandy Laurens, film ini menggali tema relasi antargenerasi dan dinamika keluarga modern — dua isu yang sangat relevan dengan kehidupan masyarakat urban masa kini.
Diperankan oleh Dion Wiyoko dan Sheila Dara Aisha, film ini menghadirkan pendekatan sinematik yang intim dan penuh refleksi. Produser film Suryana Paramita menjelaskan bahwa ide pembuatan Sore muncul dari perjalanan emosional para pembuat film dalam memahami hubungan manusia dan penyembuhan luka masa lalu.
“Pemaknaan akan hubungan antar-manusia dan luka masa lalu ditemukan saat kami menjalani keterhubungan yang nyata,” tutur Suryana.
Lebih lanjut, ia menggambarkan Sore sebagai bentuk cinta yang berkembang—ketika seseorang mampu mencapai potensi terbaiknya di saat ia diterima apa adanya.
“Kami tidak memulai film ini untuk mengejar penghargaan, tapi kami sangat bersyukur jika Sore bisa menyentuh hati lebih banyak orang di dunia,” imbuhnya.
Kisahnya yang universal menjadikan Sore relevan bagi audiens global, menjembatani nilai-nilai budaya Indonesia dengan pesan kemanusiaan yang luas.
Film Pendek yang Membawa Perspektif Segar: “Daly City” dan “Little Rebels Cinema Club”
Selain Sore, dua film pendek juga ikut mengibarkan nama Indonesia di ajang Oscar 2026.
Film Daly City karya Nick Hartanto menyoroti isu identitas diaspora dan pencarian jati diri di tengah lintas budaya. Nick mengaku bahwa film tersebut merupakan refleksi dari perjalanan pribadinya sebagai bagian dari masyarakat diaspora.
“Bisa lolos ke screening room Oscar adalah kehormatan besar, dan saya berharap ini membuka jalan bagi lebih banyak cerita Indonesia di luar negeri,” ujarnya.
Sementara itu, Khozy Rizal, sutradara Little Rebels Cinema Club, menghadirkan kisah yang berani dan menyentuh tentang semangat pemberontakan anak-anak terhadap norma sosial yang membatasi kebebasan mereka. Film ini bukan hanya sekadar tontonan, tetapi juga refleksi atas daya magis sinema dalam menghubungkan manusia.
“Film pendek ini merupakan surat cinta saya terhadap sinema. Sebuah ajakan untuk terus merayakan sinema dan dayanya untuk membangun koneksi, membuat kita melihat sesuatu lebih dekat, dan menciptakan memori baik,” ungkap Khozy.
Ia pun mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Kebudayaan yang telah memfasilitasi perjalanan filmnya ke berbagai festival, termasuk ke ajang bergengsi Oscar.
Kedua film ini menghadirkan narasi segar yang jarang dieksplorasi di perfilman Indonesia, sekaligus menegaskan bahwa cerita-cerita lokal memiliki daya tarik universal.
Langkah Pemerintah Dukung Ekosistem Film Nasional di Kancah Global
Pencapaian tiga film ini menjadi momentum penting bagi pemerintah, khususnya Kementerian Kebudayaan, untuk memperkuat strategi diplomasi budaya lewat sinema. Dukungan konkret diberikan agar karya sineas Indonesia semakin kompetitif dan dikenal di dunia internasional.
Ahmad Mahendra, Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, menegaskan bahwa keberhasilan tersebut merupakan hasil kerja bersama seluruh pelaku industri kreatif yang terus berupaya mengharumkan nama bangsa.
“Kami akan terus memperkuat ekosistem perfilman nasional dan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk turut memberikan dukungan dan doa bagi para sineas kita. Ini bukan hanya tentang penghargaan, tetapi tentang pengakuan terhadap suara dan cerita Indonesia di panggung dunia,” kata Mahendra.
Ia juga menambahkan bahwa kementerian berkomitmen memberikan dukungan menyeluruh—mulai dari promosi internasional hingga distribusi film ke pasar global. Kolaborasi lintas lembaga terus diperkuat agar sinema Indonesia memiliki tempat yang sejajar dengan negara lain di industri film dunia.
Dukungan ini diharapkan bukan hanya menghasilkan penghargaan, tetapi juga membuka jalan bagi regenerasi sineas muda untuk terus berkarya dan membawa nilai-nilai Indonesia ke level tertinggi perfilman dunia.
Kebangkitan Sinema Nasional di Era Baru
Masuknya tiga film Indonesia dalam seleksi Oscar 2026 menunjukkan bahwa sinema Indonesia kini tidak lagi menjadi penonton di panggung dunia, tetapi mulai berperan sebagai pemain penting.
Karya seperti Sore: Istri dari Masa Depan, Daly City, dan Little Rebels Cinema Club menegaskan bahwa cerita yang lahir dari konteks lokal bisa menyentuh hati penonton global.
Lebih dari sekadar prestasi, hal ini adalah wujud dari kekuatan narasi bangsa yang tumbuh dari keberagaman, empati, dan kreativitas tanpa batas. Indonesia kini menatap Oscar bukan hanya sebagai ajang penghargaan, tetapi sebagai ruang untuk berbicara kepada dunia melalui bahasa universal bernama film.