JAKARTA - Dalam dinamika industri teknologi Indonesia yang terus bergerak cepat, perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan mitra dan pelaku UMKM kembali menjadi sorotan utama.
Wacana konsolidasi dua perusahaan besar—PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab Holdings—muncul bukan semata sebagai langkah bisnis, tetapi juga sebagai bagian dari upaya pemerintah membangun struktur industri digital yang lebih stabil dan inklusif.
Di tengah diskusi tersebut, GoTo menegaskan bahwa komitmen terhadap mitra pengemudi dan pelaku UMKM tetap menjadi prioritas perusahaan, sekaligus membuka ruang bagi potensi aksi korporasi strategis, termasuk merger, jika memang sejalan dengan kepentingan lebih luas.
Komitmen GOTO Terhadap Kepentingan Mitra di Tengah Wacana Merger
Wacana penggabungan dua pemain besar teknologi ini mencuat seiring rencana pemerintah menerbitkan regulasi baru mengenai ojek daring. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi memperluas peluang konsolidasi di sektor transportasi dan layanan digital.
Meski begitu, GoTo menegaskan bahwa saat ini belum ada keputusan apa pun terkait merger dengan Grab. Mengutip laporan Financial Times, manajemen perusahaan menjelaskan bahwa pembahasan masih berada pada tahap awal dan tidak ada kesepakatan yang telah dihasilkan.
Dalam keterangan resminya, GOTO menegaskan bahwa perusahaan tetap menjadikan kepentingan pemangku kepentingan sebagai pijakan utama.
Mitra pengemudi dan pelaku UMKM disebut sebagai bagian penting dari ekosistem yang selama ini menopang layanan Gojek maupun Tokopedia. Oleh karena itu, perusahaan menyatakan bahwa seluruh keputusan strategis akan mempertimbangkan kesejahteraan mitra sebagai elemen penting dalam strategi jangka panjang.
“Perusahaan akan mematuhi seluruh peraturan yang berlaku serta menjunjung tinggi prinsip tata kelola perusahaan yang baik,” tulis manajemen GOTO kepada FT.
Sikap itu menegaskan bahwa GOTO tidak hanya mengejar efisiensi bisnis, tetapi juga memastikan proses berjalan dalam koridor yang sesuai dengan regulasi dan prinsip-prinsip tata kelola yang bertanggung jawab.
Analisis Ekonomi: Efisiensi vs Risiko Hilangnya Persaingan
Perbincangan mengenai potensi merger ini juga mendapatkan perhatian dari kalangan akademisi. Pengamat ekonomi senior, Telisa Falianty, menilai bahwa penggabungan dua perusahaan besar memang dapat menciptakan efisiensi dalam skala ekonomis.
Menurutnya, hal ini dapat terjadi ketika dua perusahaan besar mengintegrasikan sistem, teknologi, maupun jaringan operasional mereka.
Namun, Telisa mendorong regulator untuk melakukan kajian mendalam melalui analisis biaya-manfaat (cost-benefit). Ia menekankan bahwa dunia usaha selalu memiliki dua dimensi: komersial dan kesejahteraan.
“Jadi memang ada unsur bisnis itu tetap harus market basis, tapi on the other hand ada juga peran negara untuk melakukan stabilisasi, distribusi, hingga peran saat ada market failure,” ujar Telisa.
Kekhawatiran lain yang ia soroti adalah potensi hilangnya persaingan sehat. Menurut Telisa, konsolidasi dua pemain besar di industri dapat mengubah struktur pasar dari duopoli menjadi monopoli—dan kondisi ini dinilai kurang ideal bagi konsumen maupun mitra pengemudi.
Apalagi, banyak pengemudi ojek online yang selama ini mengandalkan dua aplikasi sekaligus sebagai bentuk diversifikasi pendapatan. Jika kedua platform ini menjadi satu, pilihan tersebut tidak lagi tersedia.
“Ini terkait soal pilihan, yang biasanya, misalkan nih supir online juga biasa main dua gitu ya, itu dia kadang diversifikasi gitu. Namun dengan adanya merger ini semua jadi satu, jadi baik driver ataupun konsumen itu jadi tidak punya pilihan,” kata Telisa saat dihubungi.
Untuk itu, ia menilai isu ini harus dikaji lebih jauh bersama otoritas seperti KPPU agar tidak menimbulkan ketimpangan baru.
Peran Pemerintah dan Danantara dalam Konsolidasi Digital
Pada sisi lain, peran pemerintah dalam diskusi merger ini tidak bisa diabaikan. Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, manajemen GOTO menyampaikan bahwa perusahaan akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 17 Desember, namun menegaskan bahwa agenda tersebut tidak berkaitan dengan aksi korporasi yang direncanakan.
Sementara itu, pemerintah melalui lembaga investasi negara, Danantara, disebut tengah menyiapkan opsi investasi apabila konsolidasi benar-benar terjadi.
Pemerintah melihat bahwa memperkuat industri digital melalui konsolidasi dapat menciptakan struktur pasar yang lebih efisien dan kompetitif dalam jangka panjang. Namun, GoTo memilih untuk tetap berhati-hati. Ketika ditanya soal kemungkinan pemberian saham emas kepada Danantara, manajemen menolak memberikan komentar lebih jauh.
Bagi pemerintah, industri digital bukan sekadar bisnis. Ekosistem ini kini menjadi tulang punggung ekonomi nasional, menampung jutaan pengemudi, pedagang daring, dan pelaku UMKM yang menggantungkan penghasilan pada platform seperti Gojek dan Grab.
Karena itu, setiap keputusan strategis harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan pekerja digital dan keberlanjutan ekosistem UMKM.
Menghadapi Masa Depan: Konsolidasi yang Menguntungkan Semua Pihak
Semakin berkembangnya ekonomi digital Indonesia menuntut kebijakan yang adaptif dan kolaboratif. Wacana merger antara GoTo dan Grab mencerminkan dinamika industri yang tengah mencari keseimbangan antara efisiensi bisnis dan perlindungan terhadap jutaan mitra yang terlibat.
GoTo telah menunjukkan sikap terbuka terhadap kemungkinan merger, akuisisi, atau aksi korporasi strategis lainnya selama langkah tersebut sejalan dengan prinsip tata kelola serta kepentingan sosial yang lebih luas.
Di sisi lain, pemerintah berupaya memastikan regulasi yang disiapkan mampu menjaga kompetisi, melindungi mitra, serta mendorong keberlanjutan industri.
Dengan berbagai kepentingan yang harus diperhitungkan, masa depan konsolidasi digital ini pada akhirnya akan sangat bergantung pada bagaimana regulator, pelaku usaha, dan mitra mampu menemukan titik tengah yang saling menguntungkan.
Yang jelas, kesejahteraan mitra tetap menjadi fondasi penting dalam perjalanan industri teknologi Indonesia ke depan.