JAKARTA - Di tengah tren perlambatan yang masih membayangi industri multifinance secara nasional, dinamika berbeda justru terlihat di wilayah Papua Selatan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa provinsi hasil pemekaran ini mencatat lonjakan pembiayaan paling signifikan pada tahun 2025, menunjukkan geliat aktivitas ekonomi yang menguat di daerah tersebut.
Pencapaian ini kontras dengan kondisi makro industri yang pertumbuhannya melandai. Namun, data terbaru OJK menggambarkan bahwa Papua Selatan mampu menghadirkan momentum baru bagi sektor pembiayaan, terutama didorong oleh ekspansi permintaan alat-alat berat.
Pertumbuhan Pembiayaan Melonjak hingga 126,49% YoY
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyampaikan bahwa piutang pembiayaan di Papua Selatan mencapai Rp 696,54 miliar per September 2025.
“Provinsi Papua Selatan mengalami pertumbuhan piutang pembiayaan terbesar, yaitu sebesar 126,49% secara Year on Year (YoY),” ujar Agusman dalam lembar jawaban RDK OJK pada Selasa.
Lonjakan tersebut menjadi indikator kuat bahwa permintaan di sektor tertentu meningkat signifikan. Salah satu pendorong utamanya berasal dari pembiayaan alat berat, yang memberikan kontribusi mencapai Rp 351,58 miliar per September 2025. Angka ini mengindikasikan aktivitas proyek dan pembangunan di Papua Selatan meningkat pesat selama 2025.
Fenomena tersebut sekaligus mempertegas bahwa wilayah ini semakin aktif dalam aktivitas produktif, mendorong pelaku multifinance untuk memperluas jangkauannya, terutama bagi pembiayaan sektor-sektor yang terkait pembangunan infrastruktur dan pertambangan.
Industri Multifinance Mengalami Perlambatan Pada Level Nasional
Di sisi lain, kinerja industri secara nasional masih bergerak melambat dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. OJK mencatat bahwa total piutang pembiayaan multifinance mencapai Rp 507,14 triliun per September 2025, dengan pertumbuhan hanya 1,07% YoY.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan bulan Agustus 2025 yang mencatat pertumbuhan 1,26% YoY dengan nilai Rp 505,59 triliun. Perlambatan ini memperlihatkan adanya tantangan yang masih membayangi penyaluran pembiayaan, baik dari sisi permintaan maupun faktor kondisi ekonomi.
Meski demikian, data ini tidak menghalangi perkembangan positif di beberapa wilayah tertentu. Papua Selatan pun menjadi contoh nyata bagaimana aktivitas lokal dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap performa industri pembiayaan nasional.
Risiko Pembiayaan Tetap Terjaga di Level Aman
Di tengah perlambatan pertumbuhan, kabar baik datang dari sisi kualitas pembiayaan. Risiko pembiayaan multifinance tercatat tetap stabil dan menunjukkan perbaikan.
OJK melaporkan bahwa Non Performing Financing (NPF) net berada pada level 0,84% per September 2025, membaik dari posisi bulan sebelumnya yang tercatat di 0,85%. Sementara itu, NPF gross juga mengalami penurunan dari 2,51% pada Agustus 2025 menjadi 2,47% per September 2025.
Pencapaian ini menunjukkan bahwa perusahaan pembiayaan masih mampu menjaga kualitas asetnya. Dengan demikian, meskipun tren pertumbuhan melambat, stabilitas risiko memberikan fondasi yang solid untuk menjaga keberlanjutan operasional industri.
Perbaikan NPF juga mencerminkan semakin tingginya kualitas pembiayaan yang disalurkan, baik dari sisi proses analisis kelayakan maupun kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Kondisi ini menjadi modal penting bagi pelaku multifinance untuk menghadapi tantangan eksternal di sisa tahun berjalan.
Potensi Penguatan Pembiayaan di Papua Selatan
Melihat tren yang berkembang, Papua Selatan berpotensi menjadi lokomotif baru bagi pertumbuhan pembiayaan produktif. Ekspansi pembiayaan alat berat yang melonjak menjadi indikasi bahwa proyek-proyek strategis terus berjalan dan berdampak langsung pada peningkatan permintaan fasilitas pembiayaan.
Dengan dukungan ekosistem usaha yang berkembang dan potensi ekonomi wilayah timur Indonesia yang semakin terbuka, pelaku multifinance dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperluas penetrasi pasar. Kondisi risiko yang terjaga turut memberikan ruang yang lebih aman bagi perluasan pembiayaan, terutama untuk sektor produktif.
Selain itu, pertumbuhan signifikan di Papua Selatan dapat menjadi katalis bagi pemerataan pembiayaan ke daerah-daerah lain yang sebelumnya belum tersentuh secara optimal. Bila dikelola dengan strategi yang tepat, dinamika positif ini berpotensi memperkuat kontribusi daerah dalam struktur pembiayaan nasional.