JAKARTA - Kesiapan industri asuransi nasional menghadapi penerapan aturan ekuitas minimum tahap pertama tahun 2026 menunjukkan perkembangan positif.
Berdasarkan laporan terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2025, sebanyak 112 dari 144 perusahaan asuransi dan reasuransi telah memenuhi ketentuan ekuitas minimum sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa capaian ini menggambarkan 77,8 persen perusahaan telah mencapai syarat ekuitas yang diwajibkan.
“Berdasarkan laporan bulanan per September 2025, terdapat 112 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang dipersyaratkan pada 2026.
Jumlahnya mencakup 77,8 persen terhadap total perusahaan,” ujar Ogi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK.
Pencapaian tersebut menjadi sinyal positif bahwa industri asuransi domestik semakin siap menghadapi era baru penguatan permodalan dan tata kelola yang lebih ketat sesuai kebijakan regulator.
Detail Aturan POJK 23/2023: Penguatan Modal dan Stabilitas Industri
Aturan mengenai peningkatan ekuitas minimum yang ditetapkan melalui POJK Nomor 23 Tahun 2023 menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat fondasi keuangan sektor perasuransian di Indonesia. Regulasi ini mengatur batas minimum modal yang harus dimiliki setiap entitas perasuransian sebelum 31 Desember 2026.
Rinciannya sebagai berikut:
Perusahaan asuransi konvensional: wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar.
Perusahaan asuransi syariah: wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar.
Perusahaan reasuransi: wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp500 miliar.
Perusahaan reasuransi syariah: wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp200 miliar.
Langkah ini tidak hanya bertujuan memenuhi regulasi, tetapi juga memastikan ketahanan finansial perusahaan asuransi terhadap potensi risiko dan volatilitas ekonomi di masa depan.
Ogi menegaskan bahwa OJK akan terus memantau dan mengevaluasi kesiapan setiap perusahaan agar seluruhnya dapat memenuhi kewajiban tersebut tepat waktu.
“OJK secara aktif mengarahkan agar rencana pemenuhan ekuitas tercermin dalam rencana bisnis perusahaan perasuransian. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan dan stabilitas industri,” tutur Ogi.
Merger dan Akuisisi Jadi Solusi Sehat Pemenuhan Ekuitas
Menyadari bahwa tidak semua perusahaan mampu memenuhi kewajiban ekuitas minimum secara mandiri, OJK membuka opsi konsolidasi melalui merger atau akuisisi sebagai langkah strategis.
Menurut Ogi, konsolidasi diharapkan tidak hanya membantu perusahaan dalam memenuhi persyaratan modal, tetapi juga memperkuat struktur industri secara jangka panjang.
“Konsolidasi melalui merger atau akuisisi juga dapat menjadi opsi sehat yang diharapkan memperkuat kapasitas industri secara jangka panjang,” ujarnya.
Langkah konsolidasi ini sejalan dengan praktik terbaik di berbagai negara, di mana penguatan modal dilakukan bersamaan dengan restrukturisasi industri agar tercipta efisiensi, skala ekonomi, dan tata kelola yang lebih baik.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang bertahan di pasar akan memiliki kemampuan finansial dan operasional yang lebih solid.
Sebelumnya, OJK juga mencatat bahwa aset industri asuransi nonkomersial mencapai Rp222,67 triliun per September 2025, menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan menjadi fondasi penting untuk menopang ketahanan industri menjelang penerapan regulasi ekuitas minimum.
Tujuan Kebijakan: Dorong Daya Saing dan Kepercayaan Publik
Ogi menegaskan bahwa kebijakan ekuitas minimum bukan semata kewajiban administratif, melainkan bagian dari strategi besar OJK untuk meningkatkan daya saing, stabilitas, dan kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Dengan modal yang lebih kuat, perusahaan diharapkan mampu meningkatkan kapasitas underwriting, memperluas inovasi produk, serta menjaga kemampuan membayar klaim nasabah secara konsisten.
“Peningkatan ekuitas minimum diharapkan memperkuat permodalan dan stabilitas sektor perasuransian. Ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia,” kata Ogi.
OJK juga menilai bahwa peningkatan permodalan akan mendorong industri asuransi lebih adaptif terhadap tantangan ekonomi global, perubahan teknologi, serta dinamika risiko keuangan.
Dengan ekuitas yang lebih besar, perusahaan akan lebih siap menghadapi potensi guncangan ekonomi dan memiliki ruang lebih luas untuk ekspansi bisnis yang sehat.
Industri Asuransi Menuju Transformasi Kelembagaan
Dengan 112 perusahaan asuransi dan reasuransi yang telah memenuhi persyaratan ekuitas minimum, OJK melihat tanda-tanda positif menuju transformasi kelembagaan di sektor ini. Upaya penguatan permodalan menjadi salah satu langkah penting untuk memperkokoh fondasi industri asuransi nasional menuju 2026.
Ke depan, OJK berkomitmen untuk terus mendampingi perusahaan yang belum memenuhi persyaratan, sambil memastikan bahwa kebijakan penguatan ekuitas ini tidak menghambat dinamika bisnis, melainkan menjadi katalis menuju industri yang lebih sehat, transparan, dan berdaya saing global.