JAKARTA - Pasar aset digital kembali berada dalam sorotan setelah gejolak yang terjadi pada Rabu, 12 November 2025 memicu kekhawatiran baru di kalangan investor global.
Alih-alih mempertahankan penguatan yang sempat muncul di awal pekan, pasar kripto justru mengalami aksi jual besar-besaran yang menyeret hampir seluruh aset utama ke zona merah.
Bitcoin (BTC)—yang selama beberapa minggu terakhir menjadi tumpuan optimisme—kembali jatuh di bawah US$ 102.000, menandai hilangnya hampir seluruh pemulihan jangka pendeknya.
Tekanan pasar kali ini bukan hanya disebabkan oleh melemahnya harga BTC itu sendiri, tetapi juga karena runtuhnya sentimen positif yang sebelumnya terbentuk seiring harapan pemulihan makro.
Data pasar terkini mencatat kapitalisasi kripto global anjlok 2 persen menjadi US$ 3,42 triliun. Ethereum, Solana, dan Cardano turut terseret dalam tekanan yang sama, mengindikasikan bahwa koreksi ini bukanlah pergerakan yang terisolasi pada satu aset.
Di tengah gejolak tersebut, berbagai indikator menunjukkan bahwa tekanan jual yang muncul merupakan kombinasi dari lemahnya permintaan, kekhawatiran likuiditas, serta rumor yang mengguncang para pelaku pasar. Serangkaian faktor itu kemudian membentuk gelombang besar yang memicu aksi likuidasi masif hingga ratusan juta dolar.
Minimnya Permintaan dan Kekhawatiran Kapitulasi Berkelanjutan
Salah satu pemicu utama terjadinya kejatuhan harga kripto adalah makin tipisnya permintaan baru di pasar. Likuiditas yang sempat meningkat ketika ETF spot Bitcoin dan Ethereum diluncurkan kembali melemah dalam beberapa pekan terakhir.
Arus dana masuk ke sejumlah ETF tersebut tercatat stagnan bahkan cenderung negatif, yang menjadi tanda bahwa pelaku pasar masih menahan diri.
Open Interest (OI) Bitcoin turun ke level terendah dalam tujuh bulan di berbagai bursa. Penurunan OI merupakan sinyal kuat bahwa banyak trader mengurangi eksposur sekaligus menghindari risiko tambahan.
Situasi ini diperparah oleh perubahan persepsi di platform prediksi Polymarket, di mana semakin banyak trader bertaruh bahwa harga BTC akan kembali menembus di bawah US$ 100.000 dalam waktu dekat.
Kombinasi lemahnya minat baru dan kekhawatiran kapitulasi lanjutan memperkuat tekanan jual yang sudah lebih dulu terjadi di pasar berjangka.
Likuidasi Masif Diperparah Rumor Serangan terhadap Hyperliquid
Gelombang berikutnya datang dari pasar leverage. Dalam 24 jam terakhir, pasar mencatat likuidasi senilai US$ 612 juta atau sekitar Rp9 triliun, dengan posisi long mendominasi angka tersebut. Dari total likuidasi, sekitar US$ 502 juta adalah order long yang dipaksa tutup oleh sistem karena harga bergerak di luar batas margin.
Krisis ini semakin parah setelah muncul rumor soal potensi serangan pada Hyperliquid, platform DEX futures terbesar saat ini. Meskipun belum ada konfirmasi resmi, isu tersebut cukup untuk memicu aksi jual defensif. Banyak investor memilih mengurangi leverage atau menutup posisi, khawatir akan risiko sistemik bila rumor itu terbukti benar.
Situasi semacam ini bukan hal baru di dunia kripto, tetapi sentimen negatif yang muncul secara tiba-tiba sering kali mendorong turbulensi yang jauh lebih besar daripada kondisi fundamental pasar.
Tekanan Teknikal dan Fenomena Sell-The-News
Secara teknikal, Bitcoin dan sejumlah altcoin utama sedang berada di area sensitif. Setelah beberapa kali gagal menembus level resisten penting dalam dua minggu terakhir, aset-aset ini berada dalam posisi rentan. Ketika tekanan fundamental muncul bersamaan, pasar pun dengan mudah terseret lebih jauh ke wilayah bearish jangka pendek.
Di sisi lain, terjadi rotasi modal besar-besaran dari kripto ke emas. Harga emas melonjak 2 persen menjadi US$ 4.200 per ons, memperkuat dugaan bahwa sebagian investor sedang mencari aset lindung nilai yang lebih stabil.
Tekanan harga kripto ini juga bertepatan dengan reopening pemerintahan Amerika Serikat setelah 40 hari shutdown. Walaupun berita ini dinilai positif bagi ekonomi makro, pasar kripto justru menunjukkan pola klasik “sell-the-news”, di mana kabar baik dimanfaatkan investor untuk mengambil untung setelah reli singkat sebelumnya.
Apakah Ini Akhir dari Bull Market 2025?
Pertanyaan besar pun muncul: apakah kejatuhan ini menandai berakhirnya bull market kripto 2025?
Sejumlah analis menilai bahwa tekanan pasar saat ini bersifat jangka pendek. Ada beberapa faktor yang membuat mereka tetap optimis, salah satunya adalah ekspektasi bahwa bank sentral AS (The Fed) akan kembali melanjutkan program Quantitative Easing (QE) mulai bulan depan. Hal ini berpotensi menjadi katalis besar bagi aset berisiko, termasuk kripto.
Selain itu, reli besar emas yang kini mendekati pola double top makro dapat menjadi sinyal bahwa reli tersebut mulai kehabisan momentum.
Jika harga emas melemah, sangat mungkin terjadi rotasi modal kembali ke aset digital, sehingga memberi peluang pemulihan pada pasar kripto dalam beberapa pekan ke depan.
Meski begitu, volatilitas jangka pendek tampaknya masih akan mendominasi. Investor disarankan untuk tetap waspada terhadap potensi pergerakan ekstrim, terutama jika rumor terkait Hyperliquid berkembang atau jika OI terus menurun.