Ditjen Pajak Soroti Fenomena Crazy Rich Minim Bayar Pajak

Jumat, 14 November 2025 | 15:35:50 WIB
Ditjen Pajak Soroti Fenomena Crazy Rich Minim Bayar Pajak

JAKARTA - Fenomena crazy rich di Indonesia kembali menjadi sorotan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. 

Meski banyak individu dan perusahaan mencatat pertumbuhan kekayaan yang signifikan, pembayaran pajak yang dilakukan tidak sebanding dengan peningkatan aset mereka.

Pemeriksa Pajak Madya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Karawang, Joko Ismuhadi, menekankan bahwa situasi ini mencerminkan ketimpangan dalam sistem perpajakan, sekaligus menjadi indikator adanya shadow economy, yaitu kegiatan ekonomi legal maupun ilegal yang tidak tercatat penuh dalam sistem fiskal nasional.

“Banyak wajib pajak tidak punya kontribusi signifikan untuk membayar pajak. Namun kekayaannya tumbuh,” ungkap Joko dalam seminar yang digelar Pusdiklat Pajak.

Shadow Economy dan Tantangan Kepatuhan Pajak

Joko menambahkan, fenomena tersebut merupakan gejala klasik ekonomi bayangan, di mana aset dan penghasilan bertumbuh pesat, namun kewajiban pajak diabaikan atau dioptimalkan seminimal mungkin. 

Shadow economy ini tidak hanya menyangkut individu kaya, tapi juga sektor usaha tertentu yang memiliki struktur transaksi kompleks sehingga mempersulit pengawasan fiskal.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi formal semestinya diikuti oleh peningkatan kontribusi pajak. Ketidaksesuaian antara pertumbuhan aset dan pajak yang dibayarkan menjadi alarm dini bagi pemerintah untuk menelusuri potensi penghindaran atau penggelapan pajak.

Mathematical Accounting Equation untuk Menelusuri Ketimpangan

Untuk menindaklanjuti fenomena ini, Joko mengembangkan pendekatan berbasis mathematical accounting equation. Metode ini digunakan untuk membandingkan pertumbuhan aset individu atau perusahaan dengan laba dan pajak yang seharusnya dibayarkan.

“Jadi harusnya kalau perusahaan itu tumbuh, paling tidak profit and loss-nya juga tumbuh,” jelasnya. Dengan metode ini, DJP dapat menilai secara kuantitatif apakah terdapat gap antara pertumbuhan kekayaan dan kontribusi pajak, sekaligus mengidentifikasi wajib pajak yang berisiko melakukan penghindaran pajak.

Pendekatan berbasis data ini menjadi bagian dari upaya DJP meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dan menutup celah dalam administrasi fiskal. Dengan demikian, fenomena crazy rich yang minim bayar pajak bisa diminimalkan melalui pemetaan risiko yang lebih akurat.

Implikasi Bagi Sistem Pajak dan Ekonomi Nasional

Fenomena ini tidak hanya menyoroti kepatuhan pajak, tetapi juga menimbulkan risiko ketimpangan fiskal dan sosial. Jika kelompok kaya besar tidak membayar pajak secara proporsional, maka basis penerimaan negara melemah, sementara tekanan fiskal tetap dirasakan oleh kelas menengah dan usaha kecil.

Joko menegaskan, DJP berupaya mengedepankan strategi pencegahan dan edukasi, selain pengawasan. Pendekatan ini mencakup pemetaan wajib pajak potensial, penguatan teknologi informasi, dan integrasi data lintas instansi.

“Ini bukan sekadar menagih pajak, tapi memastikan sistem pajak lebih adil dan transparan, sehingga pertumbuhan ekonomi berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat,” ujar Joko.

Peran Data dan Teknologi dalam Menutup Celah Pajak

Seiring perkembangan ekonomi digital, DJP juga memanfaatkan data dan teknologi untuk memetakan shadow economy. Integrasi antara NIK, NPWP, dan data transaksi keuangan memungkinkan pemerintah melacak aktivitas ekonomi yang sebelumnya sulit tercatat.

Pendekatan ini diharapkan mampu menekan gap antara pertumbuhan kekayaan dan kontribusi pajak, sekaligus mendukung pembentukan basis pajak yang lebih luas. Dalam jangka panjang, langkah ini dapat mendorong pelaku usaha dan individu kaya untuk patuh secara sukarela, karena sistem pengawasan lebih transparan dan akurat.

Terkini