Deteksi Dini Gangguan Jantung Penting Untuk Cegah Kematian

Jumat, 14 November 2025 | 14:29:14 WIB
Deteksi Dini Gangguan Jantung Penting Untuk Cegah Kematian

JAKARTA - Di Indonesia, penyakit jantung tetap menjadi ancaman utama kematian. 

Fenomena Sudden Cardiac Death (SCD) atau kematian jantung mendadak menjadi sorotan serius karena bisa terjadi tanpa tanda sebelumnya. Perhimpunan Aritmia Indonesia (PERITMI) menekankan pentingnya deteksi dini untuk mencegah kasus fatal dan komplikasi jantung yang lebih parah.

Sekretaris Jenderal PERITMI, Agung Fabian Chandranegara, mengungkapkan bahwa SCD menyumbang sekitar 10–15% dari seluruh kematian global tiap tahun. “Ini berarti jutaan nyawa hilang secara tiba-tiba akibat gangguan irama jantung yang sering tidak terdeteksi sebelumnya,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis.

Angka dan Fakta Kematian Jantung Mendadak

Secara global, insiden SCD diperkirakan mencapai 40–100 kasus per 100.000 orang per tahun. Meskipun angka kematian sempat menurun antara 1999 hingga 2018, data terbaru menunjukkan peningkatan sejak 2018. Laki-laki tercatat memiliki risiko lebih tinggi dibanding perempuan, dengan rasio mortalitas 5,23 berbanding 2,71.

Di Indonesia, data nasional mengenai henti jantung di luar rumah sakit (Out-of-hospital cardiac arrest/OHCA) belum terdokumentasi secara menyeluruh. 

Namun, peningkatan beban penyakit kardiovaskular menunjukkan potensi kasus yang tinggi. Berdasarkan jaringan Pan-Asian Resuscitation Outcome Study (PAROS), tingkat kelangsungan hidup setelah OHCA di Asia rata-rata hanya 4–6%, jauh lebih rendah dibanding negara-negara Barat.

Deteksi Dini dan Pencegahan Tetap Menjadi Kunci

Dr. Agung menekankan bahwa langkah paling efektif untuk mencegah kematian akibat SCD adalah deteksi dini dan pencegahan. Masyarakat disarankan untuk mengenali faktor risiko pribadi dan melakukan pemeriksaan rutin:

Periksa tekanan darah, kadar gula, dan kolesterol minimal setahun sekali.

Segera konsultasikan ke dokter jantung jika ada riwayat keluarga meninggal mendadak, jantung berdebar, atau pingsan tanpa sebab jelas.

Waspadai tanda-tanda gangguan irama jantung seperti nyeri dada, sesak napas, mudah lelah, atau detak jantung tidak teratur.

Pemeriksaan lanjutan, termasuk EKG, ekokardiografi, atau Holter monitoring, bisa dilakukan bila ditemukan kelainan. Selain itu, gaya hidup sehat—berhenti merokok, rutin olahraga, tidur cukup, dan mengelola stres—dapat menurunkan risiko secara signifikan.

Bantuan Hidup Dasar Menyelamatkan Nyawa

Pemahaman dan keterampilan masyarakat mengenai Bantuan Hidup Dasar (BHD), seperti resusitasi jantung paru (RJP/CPR), terbukti menyelamatkan nyawa. 

Dr. Agung menjelaskan bahwa setiap menit tanpa CPR menurunkan peluang hidup secara signifikan. Byaster CPR dapat meningkatkan peluang hidup tiga hingga empat kali lipat, sementara penggunaan AED (Automated External Defibrillator) bisa meningkatkan peluang hidup hingga lima kali lipat.

Langkah praktis saat menghadapi korban henti jantung antara lain:

Kenali tanda henti jantung: korban tidak responsif dan tidak bernapas normal.

Segera hubungi 112 atau 119.

Mulai kompresi dada di bagian tengah, 100–120 kali per menit, kedalaman 5–6 cm.

Gunakan AED bila tersedia dan ikuti instruksi alat.

Lanjutkan CPR hingga petugas medis datang atau korban kembali sadar.

Dr. Agung menegaskan bahwa tindakan cepat dan tepat dari masyarakat bisa menentukan antara hidup dan mati pasien.

Terkini