JAKARTA - Industri film Indonesia menghadapi kerugian besar akibat pembajakan yang mencapai Rp25–30 triliun per tahun.
Temuan ini diungkap dalam studi terbaru oleh Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) dan Universitas Pelita Harapan (UPH).
Data tersebut menjadi dasar penting bagi pemerintah untuk memperkuat regulasi dan perlindungan hak cipta di sektor kreatif, termasuk rencana integrasi dengan sistem SAMAN Kementerian Komunikasi dan Digital serta revisi Undang-Undang Hak Cipta.
Menteri Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Ekraf) Teuku Riefky Harsya menekankan, langkah ini bukan hanya untuk melindungi para kreator, tetapi juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara.
“Kami akan segera mensosialisasikan dan mendorong para produser film agar mendaftarkan hak cipta mereka,” tegas Riefky saat menerima audiensi AVISI di Jakarta, Jumat.
Distribusi Konten Bajakan Masih Tinggi
Studi AVISI-UPH menunjukkan jumlah pengguna layanan ilegal 2,26–2,45 kali lebih banyak dibanding pengguna resmi. Platform seperti Telegram, SnackVideo, dan TikTok menjadi jalur utama distribusi konten bajakan.
Fenomena ini tidak hanya menurunkan pendapatan industri film, tetapi juga berpotensi mengurangi penerimaan pajak hingga Rp1 triliun pada 2030 dan meningkatkan paparan masyarakat terhadap konten ilegal.
Riefky menegaskan, pembajakan menjadi hambatan serius bagi pertumbuhan industri film nasional, apalagi di tengah peningkatan angka produksi dan jumlah penonton.
Ia menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, pelaku industri, platform digital, hingga lembaga pendidikan untuk membangun distribusi konten yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Langkah Konkret Pemerintah
Dalam audiensi, Ekraf dan AVISI juga membahas dukungan pemerintah terhadap Penjaga Layar Award, sebuah bentuk apresiasi bagi pelaku industri yang menjaga integritas konten digital.
Menteri Riefky menekankan pentingnya pendaftaran hak cipta sebagai langkah preventif untuk mencegah pembajakan dan memperkuat kepastian hukum bagi produser.
Ketua Umum AVISI, Hermawan Sutanto, menambahkan, perlu dibentuk Satgas Anti-Pembajakan lintas kementerian untuk mempercepat eksekusi penindakan.
Ia menilai sistem SAMAN milik Komdigi dapat menjadi instrumen penegakan hukum yang efektif, apalagi jika didukung dengan edukasi publik guna menekan permintaan terhadap konten ilegal.
Membangun Ekosistem Film yang Berkelanjutan
Menurut Riefky, industri film nasional memiliki potensi besar untuk tumbuh jika distribusi konten legal dan perlindungan hak cipta diterapkan secara konsisten.
Ia menekankan, kolaborasi antara pemerintah, platform digital, produser, dan pendidikan kreatif akan memperkuat ekosistem kreatif sekaligus memperluas akses karya lokal ke pasar global.
Langkah pencegahan ini dinilai sangat penting karena pembajakan tidak hanya merugikan produser, tetapi juga menurunkan kualitas ekonomi kreatif secara keseluruhan.
Edukasi publik, penegakan hukum, dan insentif bagi produser yang mendaftarkan karya mereka menjadi strategi kunci agar industri film Indonesia bisa tumbuh lebih sehat dan berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar soal penegakan hukum, tapi juga soal menjamin masa depan industri kreatif Indonesia dan memberikan penghargaan yang pantas bagi para kreator,” pungkas Hermawan.