JAKARTA - Persaingan pasar otomotif Indonesia memasuki babak baru seiring makin banyaknya produk mobil China yang meramaikan berbagai segmen, mulai dari city car, SUV, hingga MPV.
Kehadirannya membawa warna berbeda, terutama karena mayoritas pabrikan China mengandalkan mobil listrik sebagai ujung tombak penetrasi pasar.
Teknologi yang ditawarkan pun tidak kalah canggih dibandingkan merek global, membuat masyarakat Indonesia menunjukkan penerimaan cukup positif. Bahkan, catatan penjualan mulai memperlihatkan bahwa mobil China kini mampu menyaingi dominasi panjang mobil-mobil Jepang yang selama puluhan tahun menguasai pasar.
Meski demikian, kemajuan tersebut bukan berarti pabrikan China melenggang mulus. Di balik meningkatnya minat konsumen, terdapat serangkaian tantangan besar yang justru bisa menjadi hambatan utama untuk memperkuat posisi di Indonesia.
Tantangan inilah yang kemudian menjadi perhatian para pengamat otomotif, termasuk akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martines Pasaribu.
Persepsi Kualitas dan Minimnya Purna Jual Masih Jadi Batu Sandungan
Dalam wawancaranya bersama detikOto, Yannes mengungkapkan bahwa pabrikan China masih menghadapi ganjalan mendasar, terutama terkait persepsi konsumen terhadap kualitas produk dan jaringan purna jual yang masih sangat terbatas.
“Sejauh ini, China masih menghadapi tantangan seperti persepsi kualitas dan keterbatasan jaringan purna jual masih menjadi hambatan utama mereka,” jelas Yannes.
Keraguan terhadap kualitas mobil China sebenarnya bukan hal baru. Harga yang lebih murah dibandingkan kompetitor kerap membuat sebagian konsumen menilai bahwa material atau ketahanan mobil China masih perlu pembuktian lebih jauh.
Selain itu, ketika memasuki masa penggunaan jangka panjang, urusan perawatan hingga ketersediaan suku cadang juga menjadi pertimbangan penting. Minimnya bengkel resmi maupun waktu tunggu yang lebih lama membuat pemilik mobil China berpotensi menghadapi kesulitan ketika membutuhkan layanan purna jual.
Padahal, keunggulan teknologi yang ditawarkan pabrikan China sejatinya mampu menempatkan mereka sebagai pesaing serius, bahkan mendekati standar mobil-mobil Eropa di beberapa aspek. Namun bagi konsumen Indonesia, performa dan fitur canggih saja tidak cukup.
“Bagi konsumen Indonesia saat ini, layanan purna jual masih menjadi faktor kunci dalam keputusan membeli mobil, bahkan sering lebih menentukan daripada harga awal. Ini karena konsumen mempertimbangkan biaya perawatan jangka panjang, ketersediaan suku cadang, dan kemudahan akses ke bengkel resminya,” papar Yannes.
Keunggulan Jepang: Jaringan Mengakar Puluhan Tahun
Tantangan yang dihadapi mobil China terasa semakin berat jika dibandingkan dengan keunggulan kompetitor utamanya—mobil Jepang. Eksistensi merek Jepang sudah berlangsung selama puluhan tahun dan menciptakan jaringan pelayanan yang sangat luas, bahkan merata hingga wilayah-wilayah kecil.
Hal tersebut membuat konsumen merasa aman karena perawatan mobil dapat dilakukan dengan mudah kapan pun dan di mana pun.
“Mereka (produsen Jepang) dengan jaringan purna jual yang luas dan terpercaya yang telah dibangun selama puluhan tahun dan mencakup hampir seluruh wilayah Indonesia. Keunggulan ini memberi rasa aman bagi konsumen dan sulit ditandingi dalam waktu singkat oleh banyak merek baru, termasuk berbagai produk dari China,” lanjut Yannes.
Kemapanan merek Jepang inilah yang membuat banyak masyarakat Indonesia masih mengandalkan kendaraan keluaran Jepang sebagai pilihan utama, terutama karena kepraktisan dan efisiensi dalam urusan servis. Waktu tunggu untuk penggantian suku cadang pun relatif lebih singkat, sehingga pengalaman pengguna jauh lebih nyaman.
Agar Lebih Diterima, China Harus Percepat Ekspansi Layanan
Menghadapi realitas tersebut, langkah besar perlu ditempuh pabrikan China untuk mendapatkan kepercayaan lebih kuat di pasar Indonesia.
Menurut Yannes, kunci peningkatannya ada pada perluasan dan perbaikan layanan purna jual secara agresif. Tanpa itu, teknologi canggih dan harga kompetitif tetap tidak mampu menghilangkan keraguan konsumen.
“Bukan hanya mengandalkan harga murah sebagai daya tarik utamanya,” tegas Yannes.
Penetrasi pasar yang lebih dalam hanya dapat dicapai jika konsumen mendapatkan jaminan kenyamanan dalam pemakaian jangka panjang.
Ekspansi bengkel resmi, peningkatan supply chain suku cadang, serta layanan servis yang lebih cepat menjadi faktor fundamental yang harus segera diperkuat. Dengan langkah tersebut, pabrikan China bukan hanya sekadar hadir sebagai alternatif murah, tetapi bisa menjadi pemain utama yang benar-benar diperhitungkan.