JAKARTA - Lembaga Wali Nanggroe Aceh kembali menorehkan sejarah penting dalam perjalanan hubungan antara Pemerintah Pusat dan masyarakat Aceh.
Lembaga adat tertinggi di Tanah Rencong tersebut menganugerahkan gelar kehormatan dan medali tertinggi kepada Menteri Dalam Negeri, Prof. Dr. Jenderal Pol (Purn) Muhammad Tito Karnavian.
Dalam prosesi khidmat yang digelar di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Aceh Besar, gelar terhormat “Petua Panglima Hukom Nanggroe” disematkan langsung oleh Tgk Malik Mahmud Al Haythar, selaku Wali Nanggroe Aceh. Acara itu turut disaksikan oleh para tokoh adat, pejabat pemerintahan daerah, serta perwakilan berbagai elemen masyarakat Aceh.
Gelar kehormatan tersebut diberikan sebagai bentuk penghargaan tertinggi bagi sosok yang dianggap berperan besar dalam menjaga hukum, keadilan, serta perdamaian di Aceh.
Makna dan Filosofi di Balik Gelar “Petua Panglima Hukom Nanggroe”
Menurut Tgk Malik Mahmud, gelar “Petua Panglima Hukom Nanggroe” memiliki makna mendalam, yakni sebagai penasehat agung dalam bidang hukum dan keadilan bagi negeri. Gelar ini melambangkan penghormatan tertinggi bagi seseorang yang memiliki integritas moral, kebijaksanaan, dan pengabdian tulus terhadap kemanusiaan dan keadilan.
“Gelar kehormatan ini mencerminkan rasa hormat kami kepada pribadi yang konsisten dalam menjunjung nilai hukum dan kebangsaan,” ujar Tgk Malik dalam sambutannya.
Ia menambahkan bahwa keputusan untuk memberikan gelar ini kepada Tito Karnavian bukan tanpa alasan.
Sosok yang kini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri RI itu dinilai telah menunjukkan dedikasi luar biasa selama bertugas sebagai Kapolri periode 2016–2019, khususnya dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dan memperkuat perdamaian di Aceh pasca-MoU Helsinki.
Jasa Tito Karnavian dalam Menjaga Perdamaian dan Keadilan
Dalam pandangan Lembaga Wali Nanggroe, Tito Karnavian bukan hanya dikenal sebagai figur penegak hukum, tetapi juga sebagai tokoh pemersatu bangsa.
“Selama masa kepemimpinannya sebagai Kapolri, beliau menunjukkan keteladanan, kebijaksanaan, dan komitmen kuat dalam menegakkan hukum serta menjaga persaudaraan antar anak bangsa,” ungkap Tgk Malik Mahmud.
Selain dikenal tegas dalam menegakkan hukum, Tito juga dianggap berperan penting dalam menjaga keutuhan perdamaian Aceh, terutama dalam memastikan agar semangat MoU Helsinki tetap menjadi dasar pembangunan di Aceh yang adil dan damai.
Dedikasi Tito dalam memperkuat perdamaian nasional serta membangun komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi salah satu alasan kuat di balik penganugerahan gelar tersebut.
Simbol Persaudaraan dan Penghargaan Masyarakat Aceh
Tgk Malik menegaskan bahwa penganugerahan ini tidak hanya sebatas simbol penghormatan personal, melainkan juga bentuk pengakuan masyarakat Aceh terhadap kontribusi nyata Tito Karnavian.
“Dengan penganugerahan ini, rakyat Aceh menyampaikan rasa hormat dan terima kasih mendalam atas jasa dan pengabdian Tito Karnavian kepada bangsa, dan khususnya kepada Aceh,” ujarnya.
Ia berharap gelar ini akan menjadi lambang persaudaraan dan komitmen bersama untuk menjaga perdamaian serta persatuan bangsa di bawah ridha Allah SWT.
“Semoga anugerah ini menjadi pengingat bahwa perdamaian Aceh harus terus dijaga bersama, bukan hanya oleh masyarakat Aceh, tetapi juga seluruh elemen bangsa,” tambah Tgk Malik.
Menjaga Warisan Perdamaian MoU Helsinki
Sejak penandatanganan Perjanjian Damai Helsinki pada 2005, Aceh memasuki babak baru sebagai daerah yang berdaulat secara khusus dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, menjaga kedamaian di wilayah yang pernah berkonflik panjang bukanlah hal mudah.
Dalam konteks inilah, Tito Karnavian dianggap memiliki peran strategis, baik sebagai mantan Kapolri maupun kini sebagai Mendagri, dalam memastikan agar nilai-nilai perdamaian tetap hidup di tengah masyarakat Aceh.
Langkah-langkah Tito dalam memperkuat sistem pemerintahan daerah, menjaga stabilitas, dan mengedepankan dialog menjadi bagian dari upaya berkelanjutan menjaga semangat rekonsiliasi nasional.
Kesimpulan: Titik Harmoni antara Pemerintah Pusat dan Aceh
Penganugerahan gelar “Petua Panglima Hukom Nanggroe” kepada Mendagri Tito Karnavian menjadi momen penting yang menandai kedekatan emosional antara Pemerintah Pusat dan rakyat Aceh.
Melalui penghormatan ini, Wali Nanggroe Aceh menegaskan kembali bahwa perdamaian dan keadilan adalah nilai universal yang harus terus dijaga bersama.
Di sisi lain, penghargaan ini juga mencerminkan semangat masyarakat Aceh untuk terus menghargai figur-figur nasional yang memiliki kontribusi nyata terhadap daerah mereka.
Dengan filosofi yang luhur, gelar ini bukan hanya sebuah simbol kebanggaan, tetapi juga manifestasi dari rasa terima kasih dan penghormatan mendalam rakyat Aceh terhadap perjuangan menjaga perdamaian, keadilan, dan kebangsaan.