JAKARTA - Bagi sebagian perempuan, masa menstruasi sering identik dengan mood yang mudah berubah.
Perasaan marah, sedih, atau sensitif kerap muncul tanpa alasan jelas. Fenomena ini dikenal sebagai Premenstrual Syndrome (PMS), yaitu kumpulan gejala fisik dan emosional yang muncul sebelum menstruasi.
Menurut The Women’s Center, setiap bulan tubuh perempuan mengalami perubahan kadar hormon, khususnya estrogen dan progesteron.
Perubahan ini memicu keluarnya steroid ovarium yang memengaruhi kondisi mental, emosional, dan fisik. Perubahan hormon yang cepat menyebabkan otak dan tubuh bereaksi berbeda dari biasanya, sehingga muncul gejala seperti marah-marah, mudah cemas, atau perasaan sedih yang tidak terkendali.
Peran Serotonin dalam Perubahan Suasana Hati
Salah satu penyebab utama perubahan mood menjelang haid adalah ketidakstabilan serotonin, neurotransmitter yang mengatur emosi. Saat kadar serotonin menurun, seseorang cenderung lebih mudah merasa sedih, cemas, atau marah.
Meski penyebab pastinya belum sepenuhnya diketahui, penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat gangguan mental seperti depresi atau kecemasan biasanya mengalami PMS lebih parah. Oleh karena itu, perubahan hormon ini bukan sekadar mitos, tetapi fenomena ilmiah yang nyata.
Gejala Fisik dan Emosional PMS
Lebih dari 90 persen perempuan mengalami PMS, dengan kombinasi gejala fisik dan emosional. Beberapa gejala yang umum muncul antara lain:
Perut kembung atau kram
Kelelahan dan sakit kepala
Gangguan pencernaan, seperti sembelit atau diare
Perubahan suasana hati, termasuk mudah marah dan sedih berlebihan
Kecemasan dan depresi ringan
Gejala biasanya muncul beberapa hari sebelum menstruasi dan bisa berlanjut hingga darah haid mulai keluar. Sekitar 20–32 persen perempuan mengalami PMS dengan tingkat keparahan yang signifikan.
Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD): PMS yang Lebih Berat
Jika perubahan emosi sangat berat sampai mengganggu pekerjaan, hubungan, atau aktivitas sehari-hari, kondisi ini bisa termasuk PMDD (Premenstrual Dysphoric Disorder). PMDD adalah bentuk PMS yang lebih ekstrem, ditandai dengan:
Perubahan mood yang tajam
Rasa marah berlebihan
Gangguan konsentrasi
Perasaan putus asa atau depresi
Penderita PMDD umumnya membutuhkan penanganan profesional, termasuk konsultasi dokter untuk mengelola gejala. Berbeda dengan penyakit lain, PMS dan PMDD tidak dapat dideteksi lewat tes laboratorium, melainkan melalui riwayat kesehatan dan gejala yang dirasakan.
Cara Mengelola Gejala PMS dan PMDD
Perempuan bisa meminimalkan dampak PMS dengan gaya hidup sehat, antara lain:
Olahraga rutin: Aktivitas fisik membantu menyeimbangkan hormon dan mengurangi stres.
Pola makan seimbang: Mengonsumsi makanan kaya serat, vitamin, dan mineral mendukung kestabilan mood.
Istirahat cukup: Tidur yang cukup membantu tubuh dan otak menghadapi perubahan hormon.
Suplemen atau obat-obatan: Konsultasikan dengan dokter untuk suplemen hormon, kontrasepsi hormonal, atau obat antidepresan yang dapat membantu menstabilkan mood.
Dengan memahami perubahan yang terjadi dalam tubuh sendiri, perempuan dapat lebih siap menghadapi gejala PMS setiap bulan, mengurangi stres, dan menjaga hubungan sosial maupun pekerjaan tetap stabil.