JAKARTA - Indonesia mengajak Swedia untuk terlibat aktif dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui skema ekonomi karbon, sebagai bagian dari aksi iklim global.
Upaya ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) yang berlangsung di Belém, Brasil.
“Mengajak teman-teman bisnis di Swedia melalui Pemerintah Swedia untuk ikut kita berkontribusi di dalam penurunan emisi gas rumah kaca melalui skema nilai ekonomi karbon. Jadi itu yang kita tawarkan. Dan mereka juga menyambut baik,” ujar Hanif.
Ajakan ini muncul setelah pertemuan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan Diana Janse, State Secretary to Sweden's Minister for International Development Cooperation and Foreign Trade.
Menurut Hanif, strategi pengurangan emisi GRK tidak bisa dilakukan oleh satu negara saja, melainkan memerlukan kerja sama lintas negara, terutama antara negara maju dan berkembang.
“Swedia itu negara yang sebenarnya sudah paripurna ya. Mungkin penurunan emisinya sudah mendekati net zero, karena sudah negara maju. Kami menyampaikan bahwa bisnis iklim ini tidak bisa dibangun dengan satu negara yang purna melaksanakan tugasnya. Tetapi ini global,” kata Hanif.
Kolaborasi Bilateral di COP30 Brasil
Pertemuan bilateral ini menjadi langkah awal dalam memperkuat kerja sama aksi iklim antara Indonesia dan Swedia. Kedua pihak akan menindaklanjuti pembicaraan dengan kemungkinan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) terkait implementasi ekonomi karbon.
“MoU ini menjadi langkah penting kita untuk menarik para pebisnis yang ada di Swedia dan jejaringnya untuk ikut dalam pelaksanaan tata ekonomi karbon yang kita bangun ini,” jelas Hanif. Pemerintah Swedia pun menyambut baik inisiatif tersebut.
“Kita berbicara tentang hubungan baik kedua negara kita, dan ada banyak hal yang sedang berlangsung, terutama terkait dengan COP30. Ambisi Indonesia untuk fokus pada pengelolaan sampah dan bagaimana kami dapat mendukung upaya tersebut,” ujar Diana Janse.
Kolaborasi ini diharapkan menghubungkan sektor bisnis dan pemerintah, sehingga strategi pengelolaan karbon dapat berjalan lebih efektif serta membawa manfaat ekonomi bagi kedua negara.
Skema Ekonomi Karbon sebagai Solusi Global
Skema ekonomi karbon menjadi alat penting untuk menurunkan emisi GRK sambil mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Prinsipnya, emisi yang dikurangi atau dihindari dapat memiliki nilai ekonomi, yang kemudian diperdagangkan melalui mekanisme pasar karbon.
Indonesia menekankan bahwa aksi iklim harus bersifat global. Negara maju seperti Swedia dapat berperan sebagai mitra strategis dalam skema ini, terutama karena mereka telah mencapai kemajuan signifikan dalam pengurangan emisi.
Skema ini tidak hanya menargetkan pengurangan emisi, tetapi juga membuka peluang bisnis hijau yang inovatif, termasuk investasi teknologi ramah lingkungan, pengelolaan sampah, dan energi terbarukan.
Peluang Bisnis dan Pertumbuhan Ekonomi Hijau
Melalui keterlibatan Swedia dan para pebisnis internasional, Indonesia berharap dapat menarik investasi sektor hijau yang berkelanjutan. Hanif menekankan bahwa partisipasi sektor swasta penting untuk memperkuat nilai ekonomi karbon, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Skema ini menawarkan keuntungan ganda: penurunan emisi GRK secara signifikan dan penciptaan lapangan kerja baru dalam sektor ekonomi hijau. Pemerintah menargetkan agar bisnis dan industri di Swedia turut mengambil bagian, mulai dari sektor energi, transportasi, hingga pengelolaan limbah.
Target Transaksi Karbon dan Implementasi Nasional
Dalam COP30, pemerintah Indonesia menargetkan transaksi senilai Rp16 triliun dari perdagangan karbon dengan mutu tinggi di seluruh sektor. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.
Target nilai ekonomi karbon ini diharapkan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi, sekaligus memastikan upaya pengurangan emisi dapat berjalan secara efektif. Skema nasional ini menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara, mendorong keterlibatan swasta, dan menyediakan insentif bagi sektor industri yang berhasil menurunkan emisi GRK.
Hanif menegaskan, aksi ini bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari komitmen nyata Indonesia dalam mengimplementasikan strategi mitigasi perubahan iklim yang berbasis pasar karbon, serta memperkuat posisi negara di kancah global dalam hal keberlanjutan dan ekonomi hijau.