JAKARTA - Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman suku, agama, dan budaya yang tinggi, dan pemerintah menekankan pentingnya menjadikan pluralitas ini sebagai kekuatan.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa Indonesia harus menjadi model harmoni dan pluralisme dunia melalui penguatan kohesi sosial dan nilai-nilai spiritual.
“Memang konsen kita itu untuk menciptakan kohesi sosial yang lebih solid, lebih konstruktif, lebih produktif. Inilah harapan kita semuanya. Diskusi-diskusi yang seperti ini sangat penting untuk Indonesia, karena ke depan Indonesia itu diharapkan menjadi model,” ujar Menag.
Pernyataan tersebut disampaikan saat Menag menjadi pembicara kunci dalam diskusi Education and Social Trust in Multifaith and Multicultural Societies, yang digagas oleh Institut Leimena dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Menag Tekankan Kohesi Sosial Sebagai Fondasi Bangsa
Menurut Menag, keberhasilan pembangunan nasional tidak akan bermakna tanpa kerukunan. Kerukunan menjadi faktor krusial di negara dengan pluralitas tinggi seperti Indonesia.
“Kita tidak bisa menikmati pembangunan dalam bentuk apapun tanpa kerukunan. Di bangsa yang plural seperti Indonesia, kerukunan adalah faktor yang amat sangat penting,” kata Nasaruddin.
Pandangan ini menekankan bahwa harmoni sosial dan spiritualitas menjadi landasan agar Indonesia dapat tampil sebagai contoh global, menunjukkan bahwa pluralitas tidak harus menjadi sumber konflik, melainkan landasan produktivitas dan pembangunan.
Keunikan Pluralitas Indonesia Jadi Anugerah Bangsa
Menag menyoroti keunikan Indonesia sebagai negara dengan pluralitas tertinggi di dunia, yang seharusnya dipandang sebagai anugerah, bukan ancaman. Ia menekankan, keberagaman justru dapat membentuk “lukisan Tuhan yang indah” melalui prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
“Kita ini negara yang paling plural di kolong langit ini, tetapi kita bisa menjadi contoh bahwa pluralitas tidak mesti menjadi ancaman bagi hegemoni sosial yang produktif. Justru dari keberagaman itu kita menciptakan lukisan Tuhan yang indah, Bhinneka Tunggal Ika yang sejati,” jelas Menag.
Pandangan ini sekaligus menegaskan posisi Indonesia di kancah internasional sebagai negara yang mampu menjadi inspirasi dalam pengelolaan keragaman dan pembangunan harmonis.
Kurikulum Cinta dan Ekoteologi Perkuat Generasi Muda
Dalam upaya membangun fondasi moral dan spiritual generasi muda, Kementerian Agama tengah mengembangkan kurikulum berbasis cinta dan ekoteologi. Menag menjelaskan, program ini bertujuan memperkuat landasan etika, spiritualitas, dan kepedulian lingkungan.
“Kami menancapkan kurikulum cinta dan ekoteologi agar lebih fundamental dalam mempersiapkan Indonesia yang lebih kompetitif di masa depan,” kata Menag.
Kurikulum ini diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai empati, penghormatan terhadap perbedaan, dan kesadaran ekologis sejak dini, sehingga generasi muda dapat berkontribusi positif bagi pembangunan nasional dan internasional.
Kolaborasi Institut Leimena Dukung Literasi Lintas Budaya
Program Kurikulum Cinta mendapat dukungan dari Institut Leimena, yang telah lama bekerja sama dengan Kementerian Agama melalui program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Sejak 2021, program ini telah melatih lebih dari 10.000 guru di seluruh Indonesia.
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Mathius Ho, menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta sejalan dengan semangat LKLB, yaitu menumbuhkan empati dan penghormatan terhadap sesama tanpa memandang agama, etnis, maupun budaya.
“Tujuan LKLB adalah melatih cara memperlakukan satu sama lain sebagai sesama manusia. Dan itu juga yang menjadi inti dari Kurikulum Cinta, bagaimana kita mengasihi satu sama lain tanpa memandang perbedaan,” ujar Mathius Ho.
Melalui kolaborasi ini, generasi muda Indonesia tidak hanya dibekali pengetahuan akademik, tetapi juga nilai moral, spiritual, dan sosial, sehingga dapat menjadi agen harmonisasi di tingkat nasional maupun global.
Dengan langkah-langkah ini, Menag berharap Indonesia dapat tampil sebagai model negara plural yang produktif dan harmonis, menunjukkan bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan hambatan.
Pendekatan ini tidak hanya memperkuat kohesi sosial dan spiritualitas, tetapi juga menegaskan posisi Indonesia sebagai inspirasi global dalam pembangunan inklusif dan harmonis.