Kisah Ajaib Pendaki Australia Selamat dari Zona Kematian Everest

Rabu, 12 November 2025 | 11:13:42 WIB
Kisah Ajaib Pendaki Australia Selamat dari Zona Kematian Everest

JAKARTA - Gunung Everest kembali menjadi sorotan dunia setelah kisah luar biasa seorang pendaki Australia, Lincoln Hall, mencuat ke permukaan. 

Ia dinyatakan tewas di zona kematian—wilayah ekstrem di atas ketinggian 8.000 meter tempat banyak pendaki kehilangan nyawa—namun keesokan harinya ditemukan masih hidup dalam kondisi nyaris tanpa perlindungan.

Peristiwa dramatis itu terjadi pada 25 Mei 2006, ketika Hall, pendaki berusia 50 tahun, mengalami situasi hidup dan mati di ketinggian 28.000 kaki. Timnya telah berjuang selama berjam-jam mencoba menyelamatkannya, tetapi akhirnya harus membuat keputusan berat untuk meninggalkannya setelah tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Sesuai prosedur pendakian di ketinggian ekstrem, rekan-rekannya mengambil kembali peralatan penting seperti tabung oksigen dan perlengkapan lain, meyakini Hall telah meninggal dunia.

Kabar duka segera dikirimkan ke base camp, dan pada 26 Mei 2006, keluarganya di Australia diberi tahu bahwa Lincoln Hall telah tewas di Everest. Bagi semua orang, kisah pendaki itu dianggap telah berakhir di “atap dunia.” Namun, takdir berkata lain.

Momen Mengejutkan: Ditemukan Hidup di Zona Kematian

Keesokan paginya, pendaki asal Inggris Dan Mazur (45) bersama pemandu Sherpa dan dua pendaki lainnya tengah menuju puncak Everest. Saat melintasi jalur sempit di ketinggian mematikan itu, mereka melihat sesuatu yang tak masuk akal — seseorang duduk di tepi punggungan, seolah menunggu bantuan.

Itu adalah Lincoln Hall, yang sebelumnya dilaporkan telah meninggal. Dalam wawancara dengan People, Mazur menceritakan keterkejutannya ketika melihat kondisi Hall.

“Dia hanya duduk di sana di tepi punggungan, dengan jurang sedalam 8.000 kaki di sampingnya. Lengannya keluar dari baju dalam, hanya mengenakan fleece tipis. Tak ada sarung tangan, tak ada topi, tak ada kacamata, bahkan tak ada oksigen,” ujar Mazur.

Mazur mengetahui bahwa Hall sebelumnya telah dinyatakan meninggal setelah tak menunjukkan respons sama sekali. “Saya dengar mereka menusukkan jari ke matanya dan dia tidak bergerak. Mereka mengira dia sudah mati,” tambahnya.

Namun, keajaiban terjadi. Ketika Mazur mendekat, Hall menatapnya dengan lemah dan berkata, “Saya yakin kau terkejut melihatku di sini.”
Mazur hanya bisa menjawab, “Ya, sobat, saya sangat terkejut melihatmu.”

Tanpa berpikir panjang, Mazur dan timnya memutuskan membatalkan pendakian ke puncak demi menyelamatkan Hall.

“Bagaimana bisa kami melewati seseorang yang masih hidup seperti itu? Jika kami lakukan, kami akan masuk neraka!” tegas Mazur.

Perjuangan Menyelamatkan di Tengah Hipoksia dan Halusinasi

Tantangan berikutnya adalah menjaga Hall tetap hidup di suhu minus 30 derajat. Tubuhnya hampir membeku, jari-jarinya tampak seperti lilin, dan pikirannya kacau karena hipoksia — kekurangan oksigen parah yang menyebabkan halusinasi.

“Dia menolak mengenakan sarung tangan atau menutup resleting bajunya. Saya harus memakaikannya seperti anak kecil,” kenang Mazur.

Hall bahkan sempat mengira dirinya sedang berada di atas kapal.

“Dia terus bicara seperti, ‘Perjalanan kapal yang aneh ya kita di sini’, dan menatap kami seperti penumpang lain di kapal itu,” ujar Mazur sambil mengingat betapa parah efek kekurangan oksigen terhadap kesadaran Hall.

Tim Mazur kemudian menstabilkan kondisinya. Mereka mengikat harness Hall ke pasak salju Sherpa, memberinya air, cokelat, serta oksigen dari tangki cadangan. Perlahan, kesadarannya mulai pulih dan ia bisa menggerakkan tubuhnya kembali.

Penyelamatan Dramatis dan Akhir yang Mengharukan

Begitu Hall mulai sadar, Mazur melihat ada logo ekspedisi di jaketnya. Dari situ, mereka bisa menghubungi base camp Hall melalui radio untuk memberi kabar mengejutkan: Lincoln Hall masih hidup.

Berita itu segera mengguncang base camp. Tim yang sebelumnya mengira Hall telah meninggal langsung menyiapkan operasi penyelamatan darurat. Namun, keputusan heroik tim Mazur untuk membatalkan pendakian harus dibayar mahal — mereka kehilangan waktu dan oksigen berharga, serta peluang mencapai puncak Everest.

“Empat jam yang kami gunakan untuk menyelamatkannya membuat mustahil melanjutkan pendakian. Badai sore hari akan datang, dan kami telah menghabiskan terlalu banyak oksigen,” jelas Mazur.

Meski gagal mencapai puncak, Mazur mengaku tidak menyesal.

“Saya merasa sangat rendah hati. Di gunung itu, Anda merasa sekecil satu inci — seolah hanyalah kacang polong kecil di tengah alam semesta,” katanya.

Setelah melalui perjuangan luar biasa, Lincoln Hall akhirnya berhasil turun dari gunung hidup-hidup. Ia dirawat intensif akibat radang dingin (frostbite) dan pembengkakan otak karena penyakit ketinggian, tetapi pulih sepenuhnya beberapa bulan kemudian.

Keajaiban Nyata di Gunung Tertinggi Dunia

Kisah selamatnya Lincoln Hall menjadi salah satu momen paling legendaris dalam sejarah pendakian Gunung Everest. Di tempat yang dikenal sebagai “zona kematian,” di mana suhu ekstrem dan udara tipis membuat bertahan hidup hampir mustahil, Hall membuktikan bahwa keajaiban bisa terjadi bahkan di puncak dunia.

Bagi banyak pendaki, cerita ini bukan sekadar kisah tentang keberuntungan, tetapi juga tentang keberanian, kemanusiaan, dan pengorbanan. Mazur dan timnya memilih menyelamatkan nyawa seseorang alih-alih mengejar prestasi pribadi.

Terkini