Akuisisi Wolfram Dongkrak Saham BUMI Naik Tajam 32 Persen

Rabu, 12 November 2025 | 10:33:40 WIB
Akuisisi Wolfram Dongkrak Saham BUMI Naik Tajam 32 Persen

JAKARTA - Lonjakan tajam harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kembali menyita perhatian pelaku pasar modal. 

Dalam perdagangan, saham emiten pertambangan terbesar di Tanah Air itu melesat hingga 32 persen setelah resmi mengakuisisi 100 persen saham Wolfram Limited (WFL).

Kabar akuisisi ini memantik optimisme investor bahwa BUMI tengah memperluas sayap bisnisnya ke sektor tambang emas, menandai langkah diversifikasi strategis di luar batu bara yang selama ini menjadi andalan utama perusahaan.

Saham BUMI Sempat Sentuh Auto Reject Atas

Kinerja saham BUMI di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa mencatatkan lonjakan luar biasa. Dari level pembukaan Rp151 per saham, harga BUMI sempat menembus Rp202 per saham, menyentuh batas auto reject atas (ARA) sebelum akhirnya ditutup di posisi Rp198 per saham. 

Kenaikan tersebut setara 48 poin atau 32 persen dibandingkan harga penutupan sehari sebelumnya di Rp150 per saham.

Nilai transaksi saham BUMI hari itu juga terbilang sangat besar, mencapai Rp5,29 triliun dengan volume perdagangan hingga 286,01 juta lembar saham, serta lebih dari 357 ribu kali transaksi. Lonjakan ini menunjukkan antusiasme investor yang tinggi terhadap langkah korporasi BUMI, terutama setelah diumumkannya akuisisi penuh atas WFL.

Menurut VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, kenaikan saham BUMI tidak hanya dipicu oleh kabar akuisisi, tetapi juga oleh statusnya yang masih masuk dalam deretan indeks utama seperti LQ45, IDX80, BISNIS27, dan Kompas100 untuk periode 3 November 2025–31 Januari 2026.

“Status BUMI sebagai konstituen indeks utama membuat saham ini menjadi incaran institusi yang melakukan rebalancing portofolio. Di sisi lain, akuisisi WFL memperkuat prospek diversifikasi bisnisnya,” ujar Audi kepada CNBC Indonesia.

Diversifikasi ke Tambang Emas Jadi Sentimen Positif

BUMI resmi mengumumkan akuisisi Wolfram Limited (WFL), sebuah perusahaan tambang emas yang berbasis di luar negeri. Berdasarkan keterbukaan informasi di BEI pada 7 November 2025, BUMI menyelesaikan transaksi pembelian 400.670 saham atau 0,32 persen saham WFL dengan nilai Rp2,205 miliar (setara AUD 200.335).

Transaksi ini menjadi bagian dari langkah strategis BUMI untuk menguasai 100 persen saham WFL, yang menandai masuknya perusahaan ke sektor mineral mulia.

Audi menilai aksi korporasi ini bukan hanya ekspansi, tetapi juga bentuk diversifikasi sumber pendapatan yang penting di tengah fluktuasi harga batu bara global. Ia menambahkan, secara teknikal, potensi penguatan saham BUMI masih terbuka dalam jangka pendek.

“Kami memperkirakan penguatan saham BUMI masih berpeluang menuju level resistance di Rp232–Rp236 per saham, seiring indikator MACD yang menunjukkan golden cross dan adanya lonjakan volume transaksi,” ungkapnya.

Kabar ini disambut positif oleh pasar, karena BUMI dikenal sebagai salah satu emiten yang selama ini fokus di sektor energi fosil. Masuknya ke tambang emas dinilai akan memperkuat struktur pendapatan jangka panjang dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.

Stabilnya Harga Batu Bara Dukung Fundamental BUMI

Selain faktor akuisisi, tren stabilnya harga batu bara global turut mendukung pergerakan positif saham BUMI. Saat ini, harga batu bara dunia bergerak di kisaran US$100–US$114 per ton, ditopang oleh keputusan Tiongkok untuk tetap bergantung pada batu bara hingga 2030.

“Pasokan listrik dari sumber energi lain belum mencukupi, sementara kebutuhan energi meningkat, terutama akibat pertumbuhan pesat pusat data (data center),” jelas Audi.

Kondisi ini memberikan keuntungan bagi BUMI yang memiliki biaya produksi rendah serta integrasi bisnis yang kuat dari hulu ke hilir. Dengan permintaan batu bara dari India dan Tiongkok yang masih tinggi, fundamental perusahaan dipandang tetap kokoh di tengah transisi energi global yang berjalan bertahap.

Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menilai bahwa sentimen positif terhadap saham BUMI juga dipicu oleh potensi sinergi antara bisnis batu bara dan tambang emas.

“Kenaikan harga saham BUMI kemungkinan besar karena pasar melihat akuisisi tambang emas WFL sebagai langkah strategis untuk memperluas basis pendapatan. Ini diversifikasi yang dinilai cerdas,” ujar Wafi.

Prospek Jangka Pendek Masih Cerah, Tapi Ada Risiko Profit Taking

Meski optimisme tinggi, Wafi mengingatkan bahwa investor tetap perlu berhati-hati terhadap potensi profit taking dalam jangka pendek setelah kenaikan tajam saham BUMI.

Ia memperkirakan harga saham BUMI masih bisa naik menuju Rp230–Rp240 per saham, asalkan volume transaksi tetap terjaga dan tidak terjadi koreksi teknikal mendalam.

“Prospek jangka pendek dan menengah BUMI masih cukup menjanjikan. Selain faktor harga batu bara yang relatif stabil, biaya produksi yang efisien dan ekspansi ke sektor mineral membuat valuasi perusahaan semakin menarik,” jelasnya.

Kinerja BUMI dalam dua kuartal terakhir juga menunjukkan perbaikan, dengan laporan keuangan yang mencerminkan peningkatan margin keuntungan dan efisiensi operasional. Hal ini memperkuat sentimen positif investor terhadap langkah transformasi bisnis BUMI yang kini mulai berorientasi pada diversifikasi jangka panjang.

Momentum Baru bagi BUMI di Tengah Transisi Energi

Langkah BUMI mengakuisisi WFL menjadi sinyal kuat bahwa emiten ini mulai mempersiapkan diri menghadapi era transisi energi global. Dengan menambah portofolio di sektor emas, BUMI menunjukkan keseriusannya untuk tidak hanya bertahan di industri batu bara, tetapi juga memperluas lini bisnis di sektor mineral berharga.

Jika strategi ini berhasil dijalankan dengan baik, BUMI berpotensi menjadi salah satu pemain energi dan sumber daya alam terdiversifikasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Untuk sementara, euforia pasar terhadap saham BUMI masih akan berlanjut, terutama selama sentimen positif dari akuisisi dan stabilitas harga batu bara tetap terjaga.

Terkini