JAKARTA - Upaya menjaga ketahanan energi di wilayah Bengkulu terus diperkuat oleh Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Perusahaan energi pelat merah ini memastikan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) ke seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) berjalan lancar dengan mendatangkan kapal tanker berisi ribuan kiloliter bahan bakar.
Pertamina mengonfirmasi bahwa telah dilakukan build-up stok BBM melalui kapal tanker yang mengangkut 2.000 kiloliter Pertalite dan 1.000 kiloliter Pertamax. Langkah ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan bahan bakar di wilayah Bengkulu dan sekitarnya, terutama di tengah meningkatnya kebutuhan energi masyarakat.
Kapal pengangkut BBM tersebut telah tiba di pelabuhan dan siap menyalurkan pasokan ke Fuel Terminal (FT) Pulau Baai, yang berfungsi sebagai titik utama distribusi BBM di provinsi tersebut.
“Pertamina berkomitmen menjaga ketersediaan energi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Bengkulu. Kami juga terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan distribusi BBM tetap aman dan terkendali,” ujar Rusminto Wahyudi, Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel.
Koordinasi dan Pengawasan Ketat di Lapangan
Sebagai bagian dari upaya menjaga kelancaran penyaluran BBM, Pertamina terus melakukan koordinasi intensif dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait. Di lapangan, Pertamina juga menambah jumlah petugas pengatur antrean (marshall) guna memastikan masyarakat tetap tertib saat melakukan pengisian bahan bakar di SPBU.
Selain itu, Pertamina telah menginstruksikan seluruh SPBU di wilayah Bengkulu untuk tetap beroperasi selama stok tersedia, serta memberikan pelayanan sesuai ketentuan yang berlaku. Langkah ini diambil untuk mencegah potensi kelangkaan sekaligus memastikan distribusi tetap transparan.
Pertamina juga mengimbau masyarakat agar membeli BBM sesuai kebutuhan dan di lembaga penyalur resmi, guna menjaga kualitas bahan bakar sekaligus mencegah penyimpangan distribusi.
“Langkah ini penting agar penyaluran BBM berkualitas tetap tepat sasaran dan berkeadilan,” tambah Rusminto.
Pertamina Siap Dukung Program Bahan Bakar E10 Nasional
Tak hanya memastikan ketersediaan BBM, Pertamina juga menyatakan kesiapannya mendukung kebijakan pemerintah terkait mandatori campuran bioetanol 10 persen (E10) dalam BBM.
Rencana ini diungkapkan oleh Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, yang menegaskan bahwa Pertamina siap berpartisipasi aktif dalam program transisi energi tersebut.
“Keputusan pemerintah kita bersama-sama dengan seluruh stakeholders dan yang terpenting adalah penyiapan infrastruktur, begitu juga dari sisi teknologi kita dorong, begitu juga untuk industri otomotif tentunya akan menyesuaikan,” kata Simon di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta.
Pertamina saat ini sudah memiliki produk dengan campuran etanol, yakni Pertamax Green 95, yang mengandung 5 persen bioetanol. Produk ini digunakan oleh berbagai jenis kendaraan dan menjadi langkah awal menuju penerapan E10.
Menurut Simon, penerapan E10 merupakan langkah progresif untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, sekaligus memperkuat komitmen Indonesia terhadap energi bersih dan ramah lingkungan.
“Kebijakan ini menyangkut masyarakat banyak, tentunya harus sama-sama kita kaji dan dorong, karena manfaatnya akan sangat baik bagi masyarakat,” ujarnya.
Tahapan Uji Coba Menuju Mandatori Bioetanol Nasional
Program bioetanol nasional yang digagas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penerapan campuran bioetanol 10 persen (E10) pada bahan bakar jenis bensin (gasoline) mulai tahun 2028.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa sebelum penerapan penuh, pemerintah akan melaksanakan uji coba pasar (trial market) selama 2–3 tahun. Tahapan ini akan dimulai dari BBM non-subsidi (non-PSO).
“Jadi penerapannya di sekitar 2028, dan itu untuk non PSO dulu,” kata Eniya.
Pertamina saat ini tengah melanjutkan uji coba pasar (trial market) untuk Pertamax Green 95 (E5) hingga tahun 2026. Eniya berharap, konsumsi BBM campuran bioetanol 5 persen terus meningkat sebagai pondasi menuju penerapan E10.
“Tahun depan sudah pasti bergerak untuk E5. Kita harapkan E5 bertumbuh. Saya pinginnya itu konsumsinya makin tumbuh,” imbuhnya.
Untuk merealisasikan program tersebut, Kementerian ESDM juga tengah menyusun Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM sebagai dasar hukum pentahapan mandatori bioetanol.
“Kalau E10 ditetapkan, berarti kita perlu 1,2 juta kiloliter etanol untuk non PSO dulu. Jadi non PSO itu kita harapkan konsumsinya makin tinggi,” kata Eniya.
Transformasi Energi untuk Ketahanan Nasional
Langkah Pertamina dalam memastikan penyaluran BBM aman di Bengkulu, sekaligus mendukung program E10 nasional, menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga ketahanan energi dan transisi menuju energi hijau.
Dengan kombinasi strategi antara optimalisasi pasokan konvensional dan pengembangan energi terbarukan, Indonesia tengah berada di jalur untuk mewujudkan kemandirian energi yang berkelanjutan.