Banjir Mobil Listrik, Pengusaha Audio Mobil Terancam Sepi Pelanggan

Jumat, 07 November 2025 | 09:40:20 WIB
Banjir Mobil Listrik, Pengusaha Audio Mobil Terancam Sepi Pelanggan

JAKARTA - Gelombang besar kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang kini membanjiri pasar otomotif Indonesia rupanya tidak selalu membawa kabar manis bagi semua pihak. 

Di tengah euforia masyarakat menyambut era mobil ramah lingkungan, industri pendukung seperti pengusaha audio mobil justru menjerit.

Para pelaku usaha modifikasi audio mengaku bisnis mereka terpuruk sejak kehadiran berbagai model mobil listrik dari merek seperti BYD, Wuling, Aletra, hingga Chery. Penyebabnya bukan karena berkurangnya minat otomotif masyarakat, melainkan karena mobil-mobil listrik modern sudah dibekali sistem audio dan hiburan canggih dari pabrikan.

Sistem Hiburan Terintegrasi, Tantangan Baru Bagi Modifikator

Sebagian besar mobil listrik saat ini menggunakan head unit yang terintegrasi penuh dengan sistem kendaraan. Fitur-fitur seperti pengoperasian sistem hiburan, pengaturan AC, navigasi, lampu utama, hingga voice command dan kamera 360 derajat semuanya terkoneksi melalui satu sistem komputer pusat atau Central Processing Unit (CPU).

Kondisi ini membuat para pemilik mobil listrik ragu untuk melakukan modifikasi pada bagian audio. Selain sulit menemukan produk aftermarket yang sesuai, mereka juga khawatir perubahan pada sistem kelistrikan justru mengganggu performa kendaraan atau membatalkan garansi pabrikan.

“Karena mobil listrik sekarang speaker sudah bagus, power sudah ada dan head unit juga besar-besar. Lalu head unit (EV) tidak bisa diganti,” jelas Ayong Jeong, CEO sekaligus Founder Kramat Motor, saat ditemui di Jakarta Utara beberapa waktu lalu.

Menurut Ayong, head unit pada mobil listrik tidak bisa diganti karena sudah tersambung dengan CPU kendaraan. Jika dipaksakan, sistem kelistrikan bisa terganggu dan berpotensi membuat mobil error atau tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Garansi Hangus, Pengguna Mobil Listrik Semakin Enggan Modifikasi

Selain faktor teknis, hal lain yang membuat pemilik EV menahan diri untuk melakukan modifikasi adalah kekhawatiran kehilangan garansi resmi dari pabrikan.

Garansi kendaraan listrik sangat bergantung pada kondisi sistem kelistrikan yang kompleks, terutama pada komponen baterai dan sistem kontrol utama. Setiap perubahan yang tidak disetujui oleh pabrikan dapat membuat jaminan garansi hangus.

“Pengguna EV itu khawatir kalau ubah sistem audio atau tambah perangkat malah ganggu kelistrikan. Apalagi kalau garansinya bisa hilang,” ujar Ayong.

Kekhawatiran tersebut membuat sebagian besar pemilik mobil listrik lebih memilih mempertahankan sistem audio bawaan, yang sudah dirancang pabrikan dengan teknologi suara premium dan fitur pengaturan digital yang lengkap.

Omzet Pengusaha Audio Anjlok, Industri Aftermarket Terpukul

Fenomena ini menjadi pukulan telak bagi industri aftermarket yang selama ini mengandalkan permintaan dari segmen audio mobil. Produk seperti head unit, amplifier, hingga speaker kini semakin jarang diburu konsumen.

Menurut Ayong, dampaknya terasa signifikan sejak awal 2025, ketika semakin banyak produsen mobil menghadirkan model EV baru dengan fitur hiburan terintegrasi.

“Sangat berpengaruh ke bisnis aftermarket. Terutama (penjualan) head unit sampai amplifier,” ujarnya.
Penurunan permintaan membuat banyak pengusaha audio mengalami penurunan omzet secara drastis. Sebagian bahkan mulai mengalihkan fokus ke layanan lain seperti perawatan interior, pemasangan coating, hingga detailing kendaraan.

Ayong mengakui bahwa situasi ini merupakan tantangan besar bagi pelaku usaha di sektor audio mobil. “Situasi yang kami hadapi saat ini memang berat,” tambahnya.
Ia menilai, adaptasi menjadi satu-satunya cara untuk bertahan di tengah pergeseran tren otomotif menuju era elektrifikasi.

Transformasi Bisnis Jadi Kunci Bertahan di Era EV

Kehadiran mobil listrik memang membuka era baru dalam dunia otomotif Indonesia. Namun, di sisi lain, inovasi teknologi ini juga menuntut para pelaku industri pendukung untuk beradaptasi lebih cepat.

Beberapa pengusaha audio kini mulai melirik peluang lain seperti penyediaan sound enhancement berbasis digital, atau layanan retuning software audio tanpa mengubah perangkat bawaan mobil.

Meski demikian, transformasi ini tidak mudah dilakukan, terutama bagi pelaku usaha kecil yang sudah lama beroperasi dengan sistem konvensional. “Perlu investasi dan keahlian baru untuk bisa menangani sistem audio mobil listrik,” kata Ayong menambahkan.

Dengan perkembangan pasar EV yang semakin pesat dan dukungan pemerintah terhadap mobil listrik, industri pendukung mau tak mau harus mengikuti arus perubahan.

Meski kini “menjerit”, masa depan tetap terbuka bagi mereka yang mampu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan tren teknologi kendaraan masa kini.

Terkini