Sterling

Sterling Meredup Usai Puncak Karier Gemilang di Inggris

Sterling Meredup Usai Puncak Karier Gemilang di Inggris
Sterling Meredup Usai Puncak Karier Gemilang di Inggris

JAKARTA - Dalam dunia sepak bola, perjalanan karier pemain sering kali menghadirkan ironi. 

Seorang pemain bisa dipuji sebagai bintang masa depan, menjadi poster boy klub elite, lalu perlahan menghilang dari panggung utama. Fenomena tersebut kini terasa nyata dalam kisah Raheem Sterling, seorang winger yang pernah begitu dielu-elukan sebagai masa depan Inggris tetapi kini berada dalam situasi yang jauh dari bayangan awalnya.

Sterling bukanlah pemain yang muncul dari jalur biasa. Kariernya dimulai dengan penuh sorotan ketika ia menanjak bersama Liverpool. 

Ia menjadi bagian penting dari trio menyerang bersama Luis Suarez dan Daniel Sturridge—komposisi yang hampir membawa The Reds meraih gelar Premier League musim 2013/2014. 

Penampilannya yang meyakinkan membuatnya mendapatkan penghargaan Golden Boy tahun 2014, menjadikannya pemain Inggris kedua setelah Wayne Rooney yang mampu meraih prestasi tersebut.

Meski mendapat pengakuan besar di Liverpool, Sterling kemudian memilih meninggalkan Anfield pada tahun 2015 dengan satu ambisi utama: meraih gelar Premier League yang menurutnya lebih mungkin diperoleh bersama klub lain. Keputusan itulah yang mengantarkannya ke Manchester City, dan langkah tersebut terbukti menjadi titik tertinggi kariernya.

Gemerlap Bersama Manchester City yang Sulit Diulangi

Manchester City menjadi panggung ideal bagi Sterling untuk menunjukkan seluruh potensinya. Statistiknya selama tujuh tahun di klub itu berbicara banyak: 339 pertandingan, 131 gol, dan 86 assist. Ia bukan sekadar pemain pendukung, tetapi aset vital dalam tim yang mendominasi Premier League.

Sterling menikmati empat gelar liga dan konsistensi tampil di kompetisi Eropa pada level tertinggi. Kecepatan, kreativitas, dan kemampuan dribling yang akurat membuat ia menjadi ancaman konstan bagi pertahanan lawan. Pada era tersebut, Sterling mencapai reputasi sebagai salah satu winger terbaik di dunia.

Namun seperti banyak kisah pemain yang berada dalam puncak terlalu lama, perubahan mulai muncul ketika ia memilih pindah ke Chelsea. Logika awalnya dapat dipahami: mencari tantangan baru dan peran yang lebih besar. Tetapi keputusan itu justru menjadi titik balik menurun dalam kariernya.

Menurun di Chelsea dan Tak Bergairah di Masa Peminjaman Arsenal

Sterling memulai perjalanan di Chelsea pada Juli 2022. Beberapa musim awalnya masih berjalan wajar, namun grafik performanya kemudian turun drastis. Ketajaman yang biasa terlihat di Manchester City tidak muncul secara konsisten, dan perannya di lapangan semakin mengecil.

Situasi semakin sulit ketika ia dipinjamkan ke Arsenal pada musim 2024/25. Ekspektasinya besar, namun kenyataan di lapangan berkata lain. 

Sterling tampil dalam sekitar 28 pertandingan tetapi hanya menyumbang satu gol—sebuah catatan yang jauh dari standar kariernya sebelumnya. Arsenal pun tidak berniat memperpanjang masa peminjamannya atau menjadikannya pemain permanen.

Momen itu menjadi sinyal kuat bahwa perjalanan Sterling memasuki babak yang tidak ideal. Performa menurun, sentuhan magis menghilang, dan ia semakin jarang menjadi pilihan utama pelatih.

Terpinggirkan di Chelsea: Karier yang Berjalan Tanpa Arah

Jika masa peminjaman ke Arsenal meninggalkan tanda tanya besar, kepulangannya ke Chelsea justru menghadirkan jawaban pahit. Pada musim 2025/26, Sterling tidak tampil satu kali pun. 

Lebih jauh lagi, pelatih Enzo Maresca secara gamblang menegaskan bahwa Sterling bersama sejumlah pemain lain tidak masuk dalam rencana tim. Mereka dipisahkan dari skuad utama dan menjalani latihan terpisah.

Chelsea bahkan dikabarkan siap melepas Sterling dengan nilai transfer sekitar 20 juta pounds—angka yang kontras dengan nominal besar saat mereka membelinya dua tahun sebelumnya. Situasi tersebut menunjukkan betapa posisinya di klub telah benar-benar tidak diprioritaskan.

Dengan kontraknya yang masih berlaku hingga 2027, masa depan Sterling berada dalam posisi tak menentu. Ia memiliki waktu, tetapi tidak memiliki jaminan kesempatan. Di usia yang seharusnya menjadi masa emas bagi seorang pemain berpengalaman, Sterling justru menghadapi salah satu fase tersulit dalam kariernya.

5. Apakah Masih Ada Jalan Kembali untuk Sterling?

Sterling pernah berada di puncak dan menjadi simbol kejayaan tim. Kini, ia seolah berdiri di persimpangan. Apakah cerita ini akan berakhir sebagai tragedi karier yang meredup terlalu cepat, atau menjadi permulaan kebangkitan baru?

Dalam sepak bola, kebangkitan bukan hal mustahil. Tetapi membutuhkan kombinasi peluang, pelatih yang tepat, dan motivasi yang cukup kuat untuk bangkit. 

Sterling memiliki pengalaman dan sejarah panjang sebagai pemain top. Yang dipertanyakan kini bukan lagi kemampuan dasarnya, melainkan apakah ia dapat menemukan lingkungan yang kembali mempercayainya.

Kisah Sterling mengingatkan bahwa karier sepak bola adalah perjalanan cepat: sorotan bisa datang dalam sekejap, namun bisa hilang lebih cepat lagi. 

Dari Liverpool, Manchester City, Arsenal, hingga Chelsea, setiap fase menunjukkan sisi berbeda dari perjalanan pemain yang pernah dianggap sebagai bintang masa depan Inggris. Kini, waktunya menjawab apakah bab berikutnya masih menyimpan kejutan, atau justru menjadi penutup perjalanan panjang seorang Golden Boy yang terlupakan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index