JAKARTA - Menjelang pelaksanaan MotoGP Indonesia di Sirkuit Mandalika pada 3–5 Oktober 2025, dunia pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali disorot. Perhelatan balap motor bergengsi itu memang selalu membawa berkah bagi sektor perhotelan, namun tahun ini tantangannya terasa berbeda. Tingkat okupansi hotel yang biasanya penuh dua pekan sebelum ajang dimulai, kini baru berada di angka 70 persen.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini, mengungkapkan tren ini saat memberikan keterangan di Mataram. “Secara umum sudah 70 persen. Itu secara umum, walaupun ada hotel yang sudah 80 persen dan ada baru 40 persen,” katanya, Selasa.
Okupansi Bervariasi di Beberapa Lokasi
Wolini menjelaskan bahwa tingkat keterisian kamar hotel ini terutama dihitung di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram, yang merupakan bagian dari jaringan PHRI NTB. Sementara itu, di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah, angkanya sedikit lebih tinggi.
“Karena Mandalika ini zona utama pasti ramai. Tapi meski begitu, itu saja baru 80 persen,” ujarnya.
Jika dibandingkan dengan edisi MotoGP sebelumnya, capaian ini memang tergolong rendah. Pada MotoGP Mandalika seri pertama hingga ketiga, tingkat keterisian hotel dua pekan menjelang balapan biasanya sudah menyentuh 100 persen.
Dampak Terbatas di Tiga Gili
Yang cukup mengejutkan, menurut Wolini, justru tiga destinasi wisata populer NTB, yaitu Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno, hampir tidak merasakan dampak langsung dari ajang MotoGP.
“Bahkan, di tiga gili tidak ada pengaruh untuk MotoGP. Ini hasil turun kami ke tiga gili. Karena, tiga gili pasarnya lain, yakni bule semua, tapi ini perlu juga digarap, karena dari presentasi ITDC tiket baru terjual 30 persen,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa event internasional seperti MotoGP masih perlu disinergikan dengan promosi destinasi wisata agar manfaat ekonominya dapat dirasakan secara lebih merata di seluruh NTB.
Perlunya Sinergi Lebih Kuat
Wolini menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk menggenjot animo masyarakat, baik dalam aspek wisata maupun penjualan tiket. Ia menyebut, perlu keterlibatan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), Mandalika Grand Prix Association (MGPA), pelaku wisata, asosiasi pariwisata, serta pemerintah daerah.
“Harus ada sinergi di sini untuk memajukan NTB, khususnya Lombok. Karena kita tidak lagi bicara Lombok, tapi Indonesia. Karena sirkuit ini satu-satunya di Indonesia yang kita banggakan. Untuk itu mari sama-sama kita garap sehingga hasilnya tidak asal-asalan. Ini jelang satu bulan baru ada rapat koordinasi,” tegasnya.
Penjualan Tiket Masih 30 Persen
Sementara itu, Direktur MGPA, Priandhi Satria, mengungkapkan bahwa progres penjualan tiket memang masih lambat. Hingga satu bulan menjelang balapan, jumlah tiket yang berhasil terjual baru mencapai 20–30 persen.
“Jumlah detail tiket yang terjual sudah 20-30 persen. Biasanya di detik-detik akhir baru meningkat,” ujarnya.
Priandhi menyebut bahwa strategi promosi terus dilakukan, baik di Jakarta maupun di NTB, termasuk menyasar kota-kota besar lain di Indonesia. Target jumlah penonton tahun ini sama seperti perhelatan MotoGP 2024, yaitu 121 ribu tiket.
“Itu sesuai dengan target jumlah penonton kita,” katanya.
Tantangan Baru di Tahun 2025
Fenomena ini memberi gambaran bahwa euforia MotoGP Mandalika tahun 2025 tidak serta-merta sama dengan gelaran sebelumnya. Jika pada awal-awal ajang penyelenggaraan tiket dan hotel ludes terjual jauh hari, kali ini masyarakat tampak menunggu hingga mendekati hari-H untuk memutuskan datang.
Kondisi ini menjadi tantangan bagi sektor pariwisata NTB. Bukan hanya soal meningkatkan okupansi hotel, tetapi juga bagaimana menyinergikan MotoGP dengan destinasi wisata lain, agar dampak ekonominya lebih luas.
Selain itu, keterlibatan stakeholder untuk menyamakan visi juga sangat penting. Dengan koordinasi yang tepat, MotoGP Mandalika bisa tetap menjadi magnet pariwisata sekaligus memperkuat posisi NTB sebagai destinasi sport tourism unggulan Indonesia.
Dengan tingkat okupansi hotel baru 70 persen dan penjualan tiket yang masih 30 persen, penyelenggaraan MotoGP Mandalika 2025 menghadapi tantangan nyata. Namun, potensi untuk mendongkrak angka-angka tersebut tetap terbuka lebar, terutama jika sinergi antara pemerintah, penyelenggara, dan pelaku wisata bisa berjalan efektif.
MotoGP bukan hanya ajang balap motor, tetapi juga momentum strategis bagi NTB untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai tuan rumah event internasional. Jika dikelola dengan maksimal, bukan tidak mungkin Mandalika tetap menjadi ikon kebanggaan nasional dan sekaligus motor penggerak ekonomi lokal.